Ikhwani fiddien rahimakumullah…
Dari ‘Aisyah ra katanya: “Sesungguhnya Nabi saw i’tikaf pada tiap-tiap sepuluh yang akhir bulan Ramadhan hingga beliau wafat. Kemudian istri-istri beliau meneruskan i’tikaf seperti itu sesudah beliau wafat.” (HR Muslim)
Dari ‘Aisyah ra, ia berkata: “Apabila telah masuk sepuluh yang akhir pada bulan Ramadhan, Nabi saw lebih giat beribadah pada malam-malamnya. Beliau membangunkan keluarganya dan beliau lebih tekun. Beliau kencangkan ikat sarungnya (menjauhi istrinya untuk lebih mendekati Allah?).” (HR Muslim)
Banyak yang bertanya: Mengapa ada sunnah Rasulullah saw untuk i’tikaf 10 hari akhir Ramadhan? Kalau semua Muslim meksanakannya apa akan terjadi. Masjid-masjid akan penuh dan roda pemerintahan akan terhenti selama 10 hari, karena semua orang akan memadati masjid dan berhenti bekerja.
Jawabannya sederhana. Ketika ummat Islam melaksanakan shalat lima waktu dengan berjama’ah di masjid atau shalat jum’at, ketika ummat Islam berpuasa, ketika pelaksanaan hajji ke Makkah dan contoh yang lain apakah roda pemerintahan akan terhenti? Realitanya hal itu tidak pernah terjadi. Maka pertanyaan semacam itu jelas pertanyaan yang mengada-ada dan berlindung di balik kalimat ‘kalau’ yang hal ini sangat disukai oleh syaitan.
Adapun hakekat dari i’tikaf itu, ialah sebagaimana yang dikatakan oleh Ibu Abbas RA, bahwa Rasulullah bersabda kepada para mu’takifin (orang orang yang beritikaf): “Orang yang beri’tikaf itu, dia berhenti melaksanakan dosa dosa, dan pahala amal yang biasa dikerjakan sebelum dia beri’tikaf akan mengalir terus kepadanya.” (HR Ibnu Majah)
Hikmah hadis ini ialah :
1. Dengan itikaf seseorang akan terjaga dari perbuatan maksiat. Sedangkan maksiat itu seperti perkataan imam Ibnul Qoyyim ialah racun dalam kehidupan yang bisa mematikan seseorang atau melemahkannya atau mengurangi kekuatan dirinya, sedangkan taubat merupakan obat di dalam kehidupan, tiap tiap kali orang bertaubat maka kesehatan dan kehidupannya akan terus terpelihara dan hal yang seperti ini dapat dilaksanakan dengan selapang lapangnya di saat seseorang mengkhususkan dirinya beritikaf 10 hari di bulan ramadhan. Sehingga apabila seseorang itu telah beritikaf selama 10 hari akhir Ramadhan, diharapkan kesehatan rohani dan jasmaninya akan menjadi normal dan pulih secara keseluruhan yang dapat menjadi bekalannya menghadapi kehidupan 1 tahun mendatang.
2. Secara lahiriah orang beritikaf kelihatannya rugi karena tidak mengerjakan amalan-amalan lainnya, seperti bekerja mencari penghasilan, menjenguk orang sakit, mengantarkan jenazah, memenuhi hajat orang lain, dan sebagainya. Dengan hadis di atas amal kebaikan yang biasa dia lakukan itu justru ia mendapatkan keseluruhannya karena dia melaksanakan i’tikaf, dan inilah kemuliaan bagi seorang mukmin.
Dua hikmah inilah yang kadang-kadang tidak terlihat oleh mata, kecuali dengan keimanan yang sempurna, itulah hikmah sunnah nabi yang tidak pernah meninggalkan itikaf 10 hari dibulan ramadhan, bahkan pada tahun kematian beliau, beliau beritikaf selama 20 hari dibulan ramadhan.
Dan ada lagi satu hikmah yang tidak dapat dirasakan kecuali oleh orang yang beri’tikaf dengan benar mengikuti sunnah rosul yaitu kenikmatan rohani yang tidak bisa diuraikan, yaitu ketika seorang mengingat dosanya menetes air matanya, ketika seorang bersujud lama bagaikan terbenam wajahnya ke dalam tanah sambil dia memanjatkan doa, dan disaat menadahkan tangannya sambil munajat di sana terdapat kebahagiaan yang hakiki yang tidak pernah ditemui oleh orang yang tidak beri’tikaf. Kenikmatan rohani ini jauh lebih baik dari kenikmatan jasmani.
Oleh karena itu kepada ikhwani yang dirahmati Allah dan kepada mukminin mukminat, mujahidin dan mujahidah yang belum berpeluang sampai hari ini untuk melaksanakan ibadah yang mulia ini (i’tikaf 10 hari dibulan ramadhan), marilah dan datangilah masjid-masjid yang mengadakan i’tikaf sesuai sunnah Rasulullah saw. InsyaAllah dia akan mendapatkan keberkatan dan rahmat Allah akan meliputinya dalam kegiatan seperti qiyamullail, zikrullah, tadarrus Alquran, thalabul ilmi, dan majelis tazkirah.
Ustadz Abu Muhammad Jibriel AR.
3 Responses
jazaakumullah atas tausyiahnya,
sayangnya fenomena keyakinan keagungan lailatul qadr pada 10 malam terakhir secara
perlahan mulai luntur, perlu upaya kaum
cerdik pandai untuk sama-sama bersungguh-sungguh mensosialisasikan hal ini
Di Masjid kami selalu ramai , bnyak jamaah yg itiqaf pada 10 malam terakhir… mang masjid2 lain perlu niru dan membiasakan kegiatan tersebut.
jazzakallahu khairan ustad…sangat bermaanfaat bagi ana