“DEMOKRASI JAHILIYAH IALAH KONDISI PSIKOLOGIS YANG MENOLAK BERHUKUM DENGAN HUKUM ALLAH”.
Peradaban manusia hari ini berada dalam kegelapan jahiliyah yang amat tebal. Mungkin banyak yang merasa heran, dan membantah pernyataan ini, Betapa tidak,…zaman peradaban dan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan penemuan-penemuan, keteraturan dan keserasian, penaklukan manusia atas alam, atom dan roket, adakah yang seperti ini disebut jahiliyah?
Disadari atau tidak, saat ini manusia telah mencapai kebesaran yang menakjubkan, yang selama ini belum pernah mereka peroleh disepanjang perjalanan sejarahnya. Kekuasaan dan kemampuan yang dicapainya telah mencapai tingkat demikian rupa, yang sebelumnya tidak pernah termimpikan, lalu bagaimana mungkin kita harus mengatakannya zaman jahiliyah? Tidak mungkin.! Apalagi nilai-nilai yang menaungi manusia dewasa ini berupa kemerdekaan dan kebebasan, persaudaraan dan persamaan, keadilan dan kesetaraan, bagaimana bisa disebut jahiliyah?.
Kebanyakan orang menyangka bahwa “jahiliah itu merupakan periode masa tertentu yang terjadi di jazirah arab sebelum islam. Orang orang yang berpikiran serupa itu termasuk, orang orang baik, yang tidak pernah membantah pernyataan Allah yang menyebutkan kehidupan di jazirah arab sebelum diutusnya Rasul saw sebagai masa “jahiliah”. Mereka betul betul menyakini bahwa kehidupan yang ada saat itu bila dibandingkan dengan islam. memang betul-betul “jahiliyah”
Sementara itu, mereka yang termasuk kelompok , orang orang tidak baik, secara tidak islamis, menolak pandangan itu. Mereka ini termasuk kelompok orang yang memberikan reaksi ashabiyah seperti yang dinyatakan Rasulullah saw. Dalam ucapannya ini: “Bukanlah termasuk golongan kami orang orang yang menyerukan kefanatikan (ashabiyah)” Lantaran itu mereka membantah dengan keras adanya “kejahiliahan di jazirah arab” sebelum islam, dan bahkan mengatakan bahwa kejahiliyahan seperti yang dinyatakan oleh al-quran itu tidak pernah ada sama sekali! di jazirah Arab, demikian menurut mereka, yang ada hanyalah kebaikan-kebaikan, nilai-nilai intrinksik, ajaran-ajaran dan peradaban yang selamanya menyambung dengan peradaban Romawi dan Rusia.
Dan ini telah terbuktikan lewat penelitian-penelitian para orientalis. Lebih dari itu, dalam konsepsi mereka, kejahiliyahan itu tidak pernah ada pada abad sekarang ini! Orang-orang yang disebutkan terakhir di atas dan juga kelompok yang lainnya itu sama sekali tidak memahami makna “jahiliyah” sesuai dengan kenyataan masalahnya dan sebagaimana yang dimaksudkan oleh al-Quran!
Orang-orang yang termasuk “kelompok baik” itu membatasi gambaran “jahiliyah” pada syirik sederhana dan keberhalaan bentuk awal, kanibalisme dan kerusakan moral yang merajalela di belahan Arabia. Artinya mereka menganggap bahwa jahiliyah yang pernah terjadi di wilayah Arab itu sajalah yang disebut “jahiliyah”. Berdasarkan anggapan serupa itu, maka mereka membatasi definisi “jahiliyah” hanya pada batasan itu saja suatu bentuk kejahiliyahan yang terjadi pada masa-masa tertentu dan berada di wilayah tertentu pula, yakni di jazirah Arab. Maka berdasarkan itu pula, mereka pun lalu menganggap bahwa “jahiliyah” itu merupakan suatu kondisi dan suasana yang telah berlalu dan tidak akan kembali untuk selamanya, kapan dan dimanapun.
Sementara itu, kelompok yang kedua menganggap bahwa apa yang disebut jahiliyah adalah kebalikan “ilmu pengetahuan”, “peradaban”, “kemajuan” di bidang materi”, “nilai-nilai intelektual, kemasyarakatan dan politik”, atau “humanisme”. Berdasarkan kerangka pandang serupa ini, maka mereka melalui reaksi fanatisme seperti yang dinyatakan Rasulullah saw di atas menolak mati-matian adanya “jahiliyah”. Mereka itu bangsa Arab betul-betul memiliki berbagai macam pengetahuan dan sama sekali bukan bangsa primitif, serta telah mempunyai apa yang dikenal sebagai kebudayaan maupun peradaban.
Mereka sama sekali bukan suatu bangsa yang tidak memiliki nilai-nilai berupa sifat-sifat utama: harga diri, kehormatan, keberanian, atau hal-hal serupa itu. Dengan demikian, apa yang dinyatakan oleh al-Quran tentang jahiliyah itu sama sekali bukan fakta historis! Berpijak pada anggapan ini pula, maka mereka menganggap bahwa abad keduapuluh ini adalah adalah abad kejayaan nilai-nilai kemanusiaan yang selama ini diimpi-impikan oleh ummat manusia. Sekali lagi, baik kelompok pertama maupun kelompok yang kedua itu, sama sekali tidak memahami arti jahiliyah yang sebenarnya dan sesuai dengan maksud al-Quran.
Jahiliyah bukanlah sekedar suatu “bentuk” tertentu sebagaimana yang digambarkan oleh kelompok “yang baik” itu, yang menganggap bahwa ia merupakan satu masa dan kondisi tertentu yang telah berlalu dan tak bakal kembali buat selamanya. Tetapi jahiliyah adalah suatu “inti” tertentu yang bisa mengambil bentuk dalam sosok yang beraneka macam sesuai dengan kondisi dan situasi di mana ia muncul, kendatipun fenomena yang ada di dalamnya berbeda sama sekali. Juga, secara klasifikasi ia bukanlah kebalikan dari ilmu pengetahuan, peradaban, kebudayaan, kemajuan dalam segi materi, ataupun nilai-nilai intelektual, sosial dan politik baik yang berkenaan dengan jahiliyah Arab maupun jahiliyah masa kini seperti yang digambarkan oleh kelompok kedua itu.
Jahiliyah sebagaimana yang dimaksudkan oleh al-Quran adalah kondisi psikologis yang menolak mengmbil petunjuk yang diberikan Allah, serta suatu sistem yang tidak berhukum pada apa yang telah diturunkan Allah.
Allah berfirman:
“Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS. al-Maidah :50)
Nah, dengan demikian jahiliyah adalah kebalikan dari kesadaran terhadap Allah, terhadap petunjuk dan hukum yang diturunkan Nya, dan sama sekali bukan kebalikan dari ilmu pengetahuan, peradapan, kebudayaan, maupun melimpah ruahnya produksi.
Al-Quran sama sekali tidak pernah mengatakan bahwa bangsa Arab itu jahiliyah hanya lantaran mereka tidak kenal astronomi, biologi maupun kedokteran. Atau disebabkan karena mereka buta politik dan tidak tahu apa yang disebut produksi dalam bidang materi. Juga bukan sekedar karena secara kategoris mereka tidak memiliki perilaku atau nilai-nilai yang baik.
Kalau seandainya al-Quran menyatakan hal itu, niscaya untuk menghilangkan kejahiliyahan dalam bidang ilmu pengetahuan misalnya, sudah jelas adalah ilmu Astronomi, ilmu kedokteran, Biologi, Kimia, dan lain sebagainya; subtitusi kejahiliyahan dalam bidang politik adalah pengetahuan dan teori-teori politik yang dikaji secara terperinci; substitusi untuk kejahiliyahan yang berupa tiadanya perilaku dan nilai-nilai utama adalah peningkatan semua segi yang berkenaan dengan itu.
Nyatanya al-Quran tidak pernah mengemukakan semuanya itu kepada mereka, dan substitusi yang diberikan Nya pun ternyata tidak dari jenis seperti itu.
Al-Quran hanya mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang jahiliyah lantaran mereka berhukum kepada hawa nafsunya sendiri dan menolak berhukum pada apa yang diturunkan Allah. Sedangkan substitusi yang dianugerahkan-Nya bagi kejahiliyahan mereka itu ternyata adalah Islam.
Dengan itu al-Quran seakan membuat suatu analogi kehidupan ummat manusia bahwa yang demikian itulah yang disebut jahilyah baik ia ada pada masyarakat Arab jahiliyah maupun jahiliyah mana saja yang ada di sepanjang sejarah.
Pada banyak tempat al-Quran mengemukakan kisah tentang peradaban ummat-ummat yang telah lalu yang tidak diragukan sedikitpun, mereka betul-betul merupakan bangsa-bangsa (Arab) yang memiliki peradaban tinggi sampai saat lahirnya agama Islam. Kendatipun demikian, Islam tetap menganggap semuanya itu “jahiliyah” lantaran tidak berpetunjuk pada apa yang diturunkan Allah. Al Qur’an menerangkan:
“Tidakkah mereka itu berjalan di muka bumi dan memperhatikan bagaimana akibat yang diderita oleh orang-orang yang sebelum mereka? Orang-orang itu lebih kuat dari mereka sendiri dan telah mengolah bumi serta memakmurkannya lebih dari apa yang telah mereka sendiri lakukan. Dan telah datang pula kepada mereka rasul-rasul mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata. Maka Allah tidaklah sekali-kali berlaku zhalim kepada mereka, tetapi mereka sendirilah yang berlaku zhalim kepada diri mereka sendiri. Kemudian, akibat orang-orang yang mengerjakan kejahatan adalah azab yang lebih buruk lantaran mereka mendustakan ayat-ayat Allal dan mereka selalu memperolok-olokkannya.” (QS. Ar-Rum :9-10).
Dengan dua ayat tersebut di atas, Al-Qur’an mengarahkan pandangan bangsa Arab jahiliyah tentang bentuk kejahiliahan umat-umat yang telah lalu agar mereka dapat mengambil pelajaran dan menghindarinya, sehingga mereka tidak lagi mendustakan ayat-ayat Allah. Kendatipun dalam ayat tersebut di atas tidak dipergunakan istilah “kejahiliah” secara difinitif, namun kandungan maknanya telah mencakup hal itu. Kepada orang-orang jahiliah itu, Al-Qur’an seakan berkata: “itulah orang-orang jahiliyah semisal kalian, sekalipun mereka itu lebih kuat daripadamu dan telah memakmurkan bumi ini lebih dari apa yang telah kalian lakukan. Oleh sebab itu, yang paling baik bagi kalian adalah keluar dari kejahiliyahan kalian ini yang mencakup bentuk kejahiliyahan mereka dan juga kejahiliyahan kalian sendiri dan masuk kedalam petunjuk Allah serta menjadi orang-orang Muslim.
Dengan demikian, jahiliyah adalah kondisi psikologis yang menolak berpedoman pada apa yang telah diturunkan Allah dan suatu sistem yang tidak berhukumkan pada apa yang diturunkan-Nya itu, kendatipun bentuknya berbeda satu sama lain seirama dengan perbedaan kondisi dan perangkat-perangkat pendukung kejahiliyahan itu sendiri. Namun pada hakekatnya keduanya sama saja, yakni suatu bentuk kekacauan hidup, ketidakteraturan, petaka dan siksa.
Bertolak dari sini, maka jahiliyah bukanlah terbatas pada bentuk tertentu yang pernah ada pada masyarakat Arab pada masa tertentu pula, melainkan suatu kondisi yang bisa ditemukan kapan dan dimanapun. Seperti halnya ia akan dapat ditemukan pada tingkat ilmu pengetahuan, peradapan, kemakmuran materi, dan nilai-nilai intelektual, sosial, politik, dan kemanusiaan yang manapun sepanjang semuanya itu tidak berpetunjuk pada apa yang diturunkan Allah, dan hanya semata-mata mengikuti hawa nafsunya sendiri.
Jahiliyah dan memperturutkan hawa nafsu, dengan demikian, merupakan dua sisi mata uang yang sama.
Orang-orang yang memperturutkan hawa nafsunya, pasti menolak mengikuti petunjuk Allah, dan lantaran itulah maka mereka lalu disebut jahiliyah; mereka menolak petunjuk Allah betapapun juga tingginya ilmu pengetahuan, peradaban, kemakmuran, organisasi politik, sosial dan perekonomian. Dan mereka pasti tidak akan terlepas dari konsekuensi- konsekuensi yang mengiringi berupa kehancuran, kekacaubalauan dan bencana.
Dengan dimikian, bukan hanya bangsa Arab saja yang pernah hidup di masa jahiliyah sebelum islam, tetapi termasuk didalamnya semua umat yang berpaling dari petunjuk Robbani dan hanya memperturutkan nafsunya semata,dimana saja dan kapan saja,dizaman dahulu maupun dizaman sekarang.
ISLAM IALAH KONDISI PSIKOLOGIS YANG MENERIMA BERHUKUM DENGAN SYARI’AH ALLAH
Dengan memahami definisi jahiliyah diatas, jelas dan gamblang, mengapa Demokrasi jahiliyah tidak dapat dipertemukan Syari’ah Islam, demikian pula dalam penegakan Syari’ah Islam, metode penegakannya tidak bisa menggunakan wadah demokrasi jahiliyah, atau dengan ungkapan lain penegakan syari’ah Islam tidak mengenal kompromis sistem demokrasi jahiliyah? Persoalan pokoknya ialah: Bahwa disana terdapat perbedaan yang mendasar, terdapat suatu perpisahan yang prinsipal yaitu perbedaan pokok yang mustahil dapat diadakan pertemuan di antara keduanya di tengah jalan, yaitu:
1. Perbedaan dalam asas Aqidah (Tauhid)
2. Perbedaan dalam asas pemahaman
3. Perbedaan dalam hakekat sistem hidup
4. Perbedaan dalam tabiat agama.
1. Perbedaan dalam asas Tauhid
Tauhid adalah merupakan satu sistem dan syirik merupakan satu sistem yang lain juga. Kedua-duanya tidak akan bertemu. Tauhid adalah satu sistem yang membawa manusia dan seluruh alam kepada Allah Yang Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Ia menentukan sumber tempat manusia menerima aqidahnya, syari’atnya, nilai-nilai dan ukurannya, adab sopan santun dan akhlaknya, pemahaman-pemahaman terhadap kehidupan dan alam semesta. Sumber yang diterima orang mu’min itu ialah Allah Yang Esa tiada sekutu bagi-Nya. Seluruh hidupnya ditegakkan di atas asas ini tanpa bercampur dengan segenap bentuk syirik, apakah syirik berbentuk terang-terangan atau syirik tersembunyi/halus (khafiy). Perpisahan yang jelas dan terperinci ini sangat perlu bagi tiap-tiap penda’wah kepada orang-orang yang dida’wahi.
2. Perbedaan dalam asas pemahaman
Pemahaman-pemahaman jahiliyah telah bercampur aduk dengan pemahaman-pemahaman keimanan terutama dalam kelompok-kelompok manusia yang pernah mengenal aqidah yang benar sebelum ini, kemudian menyeleweng darinya. Kelompok-kelompok manusia seperti ini adalah kelompok yang paling bandel dan sulit untuk kembali beriman dalam bentuk yang bersih dari setiap penyelewengan. Mereka lebih bandel dari kelompok manusia yang tidak pernah mengenal aqidah yang benar. Mereka merasa diri mereka di atas jalan yang benar, pada-hal sebenarnya mereka sesat dan menyeleweng. Campur aduk kepercayaan-kepercayaan dan amalan-amalan mereka yang baik dengan yang rusak terkadang memberi harapan kepada para da’i untuk menarik mereka dan me-ngakui semua aspek kepercayaan dan amalan yang benar dan coba membenarkan segala aspek kepercayaan yang rusak, tetapi godaan dan harapan ini sangat berbahaya. Jika para da’i tidak cermat, dia akan larut dalam arus perdebatan yang sengit, yang hampir menyelewengkannya dari prinsip yang mula-mula hendak ditawarkannya.
3. Perbedaan dalam hakekat sistem hidup
Jahiliyah tetaplah jahiliyah, Islam tetap Islam. Keduanya adalah sistem hidup yang berbeda jauh. Di antara keduanya dipisahkan oleh jurang yang sangat dalam, yang tidak mungkin ditegakkan jembatan dan dibentangkan tali penghubung. Satu-satunya jalan ialah: keluar dari keseluruhan jahiliyah dan masuk ke dalam Islam keselurunnya juga, atau tinggalkan jahiliyah dengan segala apa yang ada padanya dan pindah ke dalam Islam dengan segala apa yang ada padanya.
Inilah wasiat Allah swt kepada Rasulullah saw dan segenap pengikutnya sejak mulai da’wah ini dilaungkan sehingga datangnya hari Kiamat:
“Dan bahwa yang Kami perintahkan ini adalah jalan Ku yang lurus,maka ikutilah dia ,dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan yang lain,karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan Nya.Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertaqwa. (QS. Al An’aam 6:153)
4. Perbedaan dalam tabiat Agama
Islam adalah dienullah, sedang syirik atau jahiliyah adalah dienunnas. Islam mengembalikan segala persoalan kepada Allah swt sedangkan jahiliyah mengembalikan segala urusan kepada hawa nafsu.Berbeda pokok pangkalnya dan berbeda akhir tujuannya.Islam datang dari Allah (Al Khaliq) menuju kepada keredhaan Nya ,sedang jahiliyah lahir dari konsep manusia ( Makhluk) menuju kepuasan hawa nafsu manusia itu sendiri.Islam bertuhankan Allah sedangkan jahiliyah bertuhankan hawa nafsu. Al Qur’an menjelaskan:
“Maka pernahkah kamu melihat orang-orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya,dan Allah membiarkan nya sesat berdasarkan ilmu Nya,dan Allah telah mengunci mati pendengarannya dan hatinya dan meletakkan tutupan diatas penglihatannya?Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah membiarkannya sesat.Maka menfapa kamu tidak mengambil pelajaran ?Dan mereka berkata:kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan dunia saja,kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang membinasakan kita kecuali,dan mereka sekali-kali tidak mengetahui tentang itu,mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja.Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami yang jelas,tidak ada bantahan mereka kecuali mengatakan :datangkanlah nenek moyang kami jika kamu adalah orang-orang yang benar.Katakanlah:Allahlah yang menghidupkan kamu,kemudian mematikan kamu,setelah itu mengumpulkan kamu pada hari kiyamat yang tidak ada keraguan padanya,akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Al Jaatsiah :23-26)
One Response
Allahu Akbar…!!!
Semoga Allah memenangkan urusan ini..
Mari kita semua, dari semua lapisan masyarakat bersama-sama kembali menyeru kepada seluruh umat di muka bumi ini untuk mengembalikan semua urusan mereka kepada Allah SWT.
Hanyalah dengan syariat Islam lah kita akan selamat dunia akherat.
Hanya dengan sebuah sistem lah Syariat Islam akan terlaksana dengan sempurna, ialah Daulah Islamiyah.
Hanya dengan Khilafah lah Syariat Islam bisa menyinari seluruh bumi ini…
Mari kita tinggalkan hukum² jahiliyah..
Mari kita sambut Syariat Islam..
Mari kita tegakkan Daulah Khilafah Islamiya..
Allahu Akbar…!!!
Allahu Akbar…!!!
Allahu Akbar…!!!