oleh Ustadz Abu Muhammad Jibriel AR
(Abujibriel.com)—Orang-orang kafir dari Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) menganggap bahwa Jihad dalam Islam itu adalah satu bentuk keganasan dan satu gerakan teroris internasional. Kefahaman seperti ini telah menjadi prinsip hidup mereka berabad-abad lamanya dan telah menjadi silabus pengajaran di sekolah-sekolah dari segenap tingkatan dan seluruh lapisan masyarakat. Hasil dari pendidikan yang menyeleweng ini menimbulkan satu bentuk jenayah pemikiran yang meracuni masyarakat manusia non-muslim bahwa Islam itu disebarkan dengan pedang. Pemikiran semacam ini bukan hanya tersebar di kalangan orang-orang bukan Islam, bahkan telah tersebar luas di kalangan masyarakat Muslim yang dibawa oleh orang Islam yang menjadi agen-agen Zionis dan imperialis sebagai hasil didikan sekular di dunia Barat. Sebagai akibatnya, masyarakat Muslim apabila mendengar kalimat Jihad diserukan dan dilaungkan, maka mereka menjadi ketakutan dan serta-merta membenci dan bersifat anti terhadap seruan itu dan sekaligus terhadap orang yang menyerukannya. Seolah-olah kalimat Jihad itu dirasakan sebagai satu ancaman bom kematian yang siap merenggut nyawanya. Oleh karena itu, menjadi kewajiban atas orang yang berilmu menjelaskannya dengan benar sesuai dengan kedudukannya berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah Rasul Allah Ta’ala dan para sahabat-sahabatnya serta para ulama-ulama sesudahnya.
Berikut ini dinukil penjelasan penting dari seorang mujahid agung yang tidak asing dikalangan para pejuang Islam yaitu asy-Syahid Sayyid Qutb dalam kitab tafsirnya yang terkenal “Fie Zhilalil Qur’an” dalam muqaddimah surah al-Anfal. Beliau berkata: “Ad-Dinul Islam (agama Islam) merupakan satu proklamasi (perisytiharan umum) untuk membebaskan manusia di bumi dari penyembahan (‘ubudiyyah) kepada sesama makhluk dan penyembahan terhadap hawa nafsu yang juga termasuk penyembahan sesama makhluk. Pembebasan ini dilakukan dengan mengumumkan bahwa konsep Uluhiyyah dan Rububiyyah Allah yang Maha Esa saja yang berlaku di atas alam semesta. Pengumuman (pengistyiharan) Rububiyyah Allah yang Maha Esa ke atas semesta alam memberi makna: Suatu pemberontakan yang menyeluruh (syumul) terhadap kuasa hukum (undang-undang) manusia dalam segala bentuk dan rupanya termasuk segala bentuk undang-undang dan peraturannya. Ia merupakan pemberontakan yang total terhadap segala bentuk pemerintahan manusia yang berlaku di seluruh penjuru dunia. Dalam bentuk ungkapan lain, ia merupakan pemberontakan terhadap segala bentuk Uluhiyyah (ke-Tuhanan) manusia karena pemerintahan itu mengembalikan (merujukkan) segala urusannya kepada manusia dan menjadikan manusia sebagai sumber kuasa tinggi, itulah pemerintahan yang mendewa-dewakan manusia atau mempertuhankan manusia selain Allah. Pengumuman ini bermakna; mencabut kuasa Allah yang dirampas itu dan mengembalikannya semula kepada Allah serta mengusir para perampas yang memerintah manusia dengan undang-undang ciptaan mereka yang berlagak sebagai Tuhan. Sedangkan manusia yang mengikuti mereka berlagak sebagai budak-budak (hamba-hamba belian/sahaya). Pengumuman itu berarti menumbangkan kerajaan manusia dan menegakkan kerajaan Allah di muka bumi ini.
Kerajaan Allah di bumi bukanlah kerajaan yang diperintah oleh tokoh-tokoh tertentu, yaitu tokoh-tokoh ahli agama seperti yang terdapat dalam pemerintah kekuasaan gereja, dan tidak pula diperintah oleh tokoh-tokoh yang berbicara atas nama Allah seperti yang terdapat dalam sistem pemerintahan teokrasi atau pemerintahan Ilahi yang suci. Bahkan kerajaan Allah itu ialah: “KERAJAAN YANG MENJADIKAN SYARI’AT ALLAH SEBAGAI UNDANG-UNDANG TERTINGGI DALAM PEMERINTAHAN, DAN SELURUH URUSAN KERAJAAN (NEGARA) DIKEMBALIKAN MENGIKUT UNDANG-UNDANG YANG TELAH DITETAPKAN OLEH ALLAH.”
Maka segala usaha menegakkan kerajaan Allah (Negara Islam) dan menghapus seluruh kerajaan manusia, usaha mencabut kuasa dari tangan-tangan manusia yang telah merampasnya dan memulangkannya kembali kepada Allah Yang Maha Esa saja, usaha menegakkan syari’at Allah saja dan menghapuskan seluruh undang-undang manusia, semuanya itu tidak dapat direalisasikan dengan tabligh (dakwah) dan penerangan semata-mata karena pihak-pihak yang berwenang, yang menguasai rakyat yang banyak dan merampas kuasa Allah di bumi tidak akan pernah menyerahkan kekuasaan mereka karena tabligh (dakwah) dan penerangan semata-mata. Kalaulah hanya dengan begitu (yaitu dengan tabligh dan penerangan semata, kerajaan manusia dapat dijatuhkan, Pen.) maka alangkah mudahnya pekerjaan seorang Rasul untuk menegakkan agama Allah di muka bumi ini. Ini adalah bertentangan dengan logika dan realita yang diketahui oleh sejarah para Rasul-rasul sholawaatullah wasalaamuhu ‘alaihim dan sejarah agama Islam sepanjang zaman.
Proklamasi (pengumuman) untuk membebaskan manusia di bumi dari segala kuasa yang lain dari kuasa Allah dengan mengemukakan konsep Uluhiyyah dan Rububiyyah Allah ke atas seluruh alam bukanlah satu pengumuman yang hanya bersifat teori dan filsafah semata, bahkan ia merupakan pengumuman yang bersifat gerakan dan praktik di alam kenyataan, suatu pengumuman yang bertujuan merealisasikan satu program amali untuk menegakkan satu sistem pemerintahan yang memerintah manusia dengan syari’at Allah dan mengeluarkan mereka secara amali (praktek) dari penyembahan sesama makhluk kepada penyembahan kepada Allah Yang Maha Esa saja tanpa sembarang sekutu baginya. Oleh kerana itu perlu adanya usaha tindakan amali (gerakan) di samping usaha yang bersifat tabligh (dakwah) dan penerangan untuk menghadapi realita manusia daripada dari semua aspeknya dengan menggunakan sarana yang sesuai dalam setiap aspeknya.
Realiti hidup manusia yang wujud kemarin, hari ini dan besok adalah menentang agama Islam, karena ia merupakan agama yang telah membuat pengumuman untuk membebaskan manusia dari segala sistem hidup selain dari sistem hidup Allah Ta’ala. Ia menentang Islam dengan tindakan mewujudkan (mangadakan) halangan-halangan dalam bentuk ideologi dan kefahaman, halangan-halangan dalam bentuk kebendaan (materiil) bersenjata, politik sosial, ekonomi, perkauman dan kelas sosial, di samping halangan-halangan dalam bentuk kepercayaan-kepercayaan dan kefahaman-kefahaman yang bathil. Halangan-halangan itu bercampur-aduk dan berinteraksi di antara satu sama lain dalam bentuk yang amat canggih.
Jika tabligh dan penerangan bertugas untuk menghadapi ideologi dan kefahaman, maka pergerakan (gerakan Jihad) bertugas untuk menghadapi halangan-halangan yang bersifat kebendaan yang lain terutama halangan kuasa politik yang ditegakkan di atas faktor-faktor ideologi dan kefahaman-kefahaman, faktor perkauman dan kelas, faktor sosio-ekonomi yang canggih dan rumit. Kedua-dua program ini “program penerangan dan program pergerakan” haruslah bertindak seiring-sejalan untuk menghadapi “realitas manusia” secara keseluruhannya dengan menggunakan sarana-sarana yang sesuai dengan kehendak-kehendaknya. Kedua-duanya pasti diwujudkan untuk melancarkan gerakan membebaskan seluruh manusia di seluruh dunia ini. Inilah satu hakikat yang amat penting untuk dijelaskan sekali lagi.
Islam sama sekali tidak bertujuan memaksa manusia memeluk agamanya, tetapi Islam bukannya kepercayaan semata-mata bahkan Islam sebagaimana telah diterangkan diatas merupakan satu pengumuman untuk membebaskan manusia dari perhambaan sesama makhluq. Islam sedari awalnya berjuang untuk menghapuskan sistem-sistem dan kerajaan-kerajaan yang ditegakkan di atas landasan hukum manusia, kemudian selepas itu setiap individu menjadi insan-insan yang bebas untuk memilih aqidah yang disukai setelah dihapuskan tekanan politik ke atas mereka dan setelah diberi penerangan yang menyinari jiwa dan akal mereka.
Orang yang telah memahami tabiat agama ini, seperti penjelasan yang telah dikemukakan tadi sudah tentu akan memahami bahwa Islam memerlukan kepada tindakan berjihad dengan mata pedang atau senjata di samping berjihad dengan penerangan lisan dan seterusnya memahami bahwa Jihad itu bukanlah peperangan yang bersifat defensive, atau mempertahankan diri mengikut pemahaman sempit, sebaliknya yang benar adalah Jihad dalam Islam itu merupakan tindakan offensive, untuk membebaskan manusia di muka bumi ini dengan menggunakan sarana-sarana yang sesuai dengan setiap aspek realitas manusia dan melalui peringkat-peringkat tertentu dan setiap peringkat mempunyai sarananya masing-masaing.
Adalah benar-benar suatu kebodohan jika ada orang berfikir bahwa dakwah yang mengumumkan tujuan perjuangannya untuk membebaskan seluruh manusia di seluruh dunia ini mampu berjuang menghadapi halangan-halangan yang banyak dengan hanya menggunakan kekuatan lisan dan penerangan semata. Karena apabila Islam tampil membuat pengumuman untuk menegakkan Rububiyyah Allah dan Uluhiyyah-Nya ke atas sekalian manusia dan membebaskan manusia dari penyembahan sesama manusia maka sudah pasti akan ditentang oleh para perampas kekuasaan Allah di muka bumi dan mereka sama sekali tidak akan berdamai dengannya. Dan penentangan mereka bukan saja dengan penentangan menggunakan lisan dan penerangan, bahkan dengan seluruh kekuatan yang mereka miliki dari kekuatan politik, sosial, ekonomi dan ketentaraan.
Maka Jihad merupakan keperluan asas dakwah jika perjuangannya untuk mengumumkan pembebasan manusia dengan sungguh-sungguh dalam segenap segi dan aspek kehidupannya. Demikianlah ringkasan yang dinukil dari mukaddimah surah al-Anfal mengenai keperluan Jihad dan peranannya dalam dakwah.
Selanjutnya beliau (asy-Syahid Sayyid Qutb) berkata dalam menafsirkan surah an-Nisaa’ ayat 95: “ Al-Jihad bukanlah suatu gejala yang baru dan mendadak dari gejala-gejala zaman itu, malahan Jihad adalah suatu keperluan yang mengiringi angkatan dakwah. Andainya Jihad itu suatu gejala yang baru dan mendadak dalam kehidupan umat Muslimin, tentulah pembicaraan-pembicaraan Jihad tidak menjadi pembicaraan-pembicaraan pokok di dalam kitab Allah yang diuraikan dengan uslub (gaya bahasa) yang menarik dan tentulah pembicaraan-pembicaraan Jihad tidak menjadi kandungan hadits-hadits Rasulullah yang banyak dibentangkan dengan uslub-uslub yang menarik, dan tentulah Rasulullah tidak melafadzkan sabdanya yang berikut yang dituju kepada setiap Muslim sampai Kiamat.
Beliau bersabda:
“Barangsiapa yang mati tanpa berjihad dan tidak pernah bercita-cita untuk berjihad, maka berarti mati di atas satu cabang dari nifaq (kemunafikan).” [HR. Muslim]
Namun begitu, bukanlah pula berarti Islam perlu menghunus pedangnya atau perlu membawa pedang di tengah jalan untuk memenggal kepala manusia, bahkan Islam memerlukan Jihad karena realitas hidup manusia dan hakikat jalan yang dinilai dakwah memerlukan Islam memegang pedang dan bersikap hati-hati dan waspada di setiap waktu.
Allah Ta’ala mengetahui bahwa agama ini tidak disukai oleh raja-raja, dan Allah mengetahui lambat-laun mereka yang berkuasa pasti akan menentang agama ini, karena agama ini membawa cara hidup yang berlainan dari cara hidup mereka dan satu sistem hidup yang bertentangan dengan sistem hidup mereka, bukan saja pada masa-masa dahulu, tetapi pada masa ini dan pada masa-masa akan datang di setiap negeri dan generasi manusia.
Allah Ta’ala mengetahui bahwa kejahatan itu sombong dan takabur. Ia tidak mungkin membiarkan kebaikan itu berkembang subur walaupun kebaikan itu mengikut jalan-jalan yang aman dan damai, karena ia tahu bahwa kesuburan dan perkembangan kebaikan akan membawa dan bahaya kepadanya, dan kewujudan kebenaran akan membawa malapetaka kepada kebathilan. Oleh sebab itu kebathilan (kejahatan) pasti bertindak menceroboh dan kebathilan pasti mempertahankan dirinya dengan berusaha membunuh kebenaran dan mencekiknya dengan sekuat-kuatnya. Inilah suatu tabiat alami, bukannya suatu gejala yang baru dan mendadak yang muncul untuk beberapa waktu saja. Ini adalah suatu fitrah, bukannya suatu keadaan yang baru muncul.
Oleh sebab itu Jihad merupakan suatu kepastian dan keperluan dalam segala bentuk. Ia mesti dimulakan di dalam hati nurani, kemudian di alam hakikat atau alam nyata atau alam realitas. Kejahatan yang bersenjata mestilah ditentang dengan kebaikan yang bersenjata, dan kebathilan yang dipertahankan dengan bilangan orang yang banyak mestilah dilawan dengan kebenaran yang memegang berbagai senjata. Jika tidak, berarti suatu perjuangan bunuh diri atau suatu keadaan yang tidak layak untuk orang-orang beriman.
Oleh sebab itu pengorbanan harta benda dan jiwa raga merupakan suatu kepastian di dalam Jihad sebagaimana yang dituntut oleh Allah dari orang-orang yang beriman, juga sebagaimana Allah telah membeli dari mereka jiwa raga dan harta benda mereka dengan balasan syurga untuk mereka. Apakah mereka ditakdirkan mendapatkan kemenangan di dalam peperangan itu atau ditakdirkan mendapat kelebihan mati syahid dalam peperangan itu, maka semuanya itu adalah urusan Allah, dan itulah takdir-Nya yang disertakan dengan hikmah kebijaksanaan-Nya.
Adapun mereka (para mujahidin) maka mereka tetap akan menerima salah satu dari balasan yang terbaik di sisi Allah (yaitu apakah mendapat kemenangan atau gugur sebagai syahid), dan seluruh manusia itu mati belaka apabila sampai ajal masing-masing, dan hanya orang-orang yang gugur di medan Jihad saja yang mendapat kelebihan mati syahid yang terbaik.
Di sana terdapat asas-asas yang kukuh di dalam agama ini yaitu di dalam sistemnya yang nyata (realistik) dan di dalam garis perjalanannya yang tetap dan pasti yang tidak ada hubungannya dengan perubahan keadaan. Asas-asas ini tidak sepatutnya menjadi cair (mencair) dan menjadi lembek (melembek) di hadapan orang-orang mukmin, meskipun di dalam tekanan situasi apapun. Di antara asas-asas itu ialah al-Jihad fie sabilillah yang dilakukan di bawah panji-panji Allah saja dan tidak patut dilakukan di bawah panji-panji yang lain. Inilah Jihad yang menamakan orang-orang yang gugur di dalam perjuangannya sebagai syuhada’ yang disambut oleh para malaikat tertinggi dengan penuh kemuliaan dan penghormatan.
Demikianlah pendirian kaum Muslimin. Mereka berpijak di atas bumi yang pejal dan bersandar pada tiang yang kukuh, sedangkan hati nurani mereka yakin bahwa mereka berjuang karena Allah semata, bukan karena mendapat sesuatu keuntungan untuk diri mereka, atau kaum dan bangsa mereka atau keluarga mereka, bahwa perjuangan mereka semata-mata untuk Allah Yang Maha Esa, untuk sistem hidup-Nya dan syari’at-Nya. Hati nurani mereka yakin bahwa mereka berjuang menentang pengikut-pengikut kebathilan yang berjuang untuk memenangkan kebathilan di atas kebenaran, karena pengikut-pengikut kebathilan itu berjuang untuk menjadikan sistem-sistem hidup jahiliyah mengatasi sistem hidup Allah, dan untuk menjadikan undang-undang jahiliyah ciptaan manusia mengatasi syari’at Allah. Dan seterusnya berjuang untuk menjadikan kezhaliman manusia mengatasi keadilan Allah yaitu keadilan yang diwajibkan ke atas kaum muslimin supaya menjadikannya dasar penghakiman di antara manusia seluruhnya.
Demikian kaum Muslimin mengarungi peperangan dengan keyakinan bahwa Allah menjadi pelindung dan penolong mereka dalam peperangan menentang dan memerangi golongan manusia yang bernaung dan berlindung kepada syaitan, dan karena itu orang-orang ini lemah, karena memang tipu daya syaitan itu sangat lemah. Maka titik kesudahan peperangan itu akan berakhir dengan kepastian kepada mujahidin, apakah mereka akan gugur sebagai syahid di medan pertempuran atau terus berjuang hingga mendapat pahala yang sangat besar.
Demikianlah apa yang dikatakan oleh asy-Syahid Sayyid Qutb dalam menerangkan perlu dan pentingnya Jihad untuk menegakkan syari’at Allah yang telah dirampas oleh manusia-manusia jahat yang mengumumkan diri mereka sebagai Tuhan-Tuhan selain Allah. Memang itulah prinsip dan undang-undang, ia bukanlah perkara di luar dugaan dan bukan pula perkara kebetulan. Sudah menjadi prinsip Sunnatullah, apabila kelompok Muslim berjuang di bumi ini untuk menegakkan Uluhiyyah Allah Yang Maha Esa dan membangunkan sistem hidup ciptaan Allah yang Maha Esa saja, sudah pasti akan bangkit musuh mereka mengambil sikap menentang Allah dan Rasul-Nya dengan segala daya dan kekuatannya, menggunakan seluruh kekuatan yang dimiliki dari segi politik, sosial, ekonomi dan kekuatan tentara bersenjata lengkap. Pada saat seperti ini umat muslimin semestinya bangkit dengan segala apa yang ada padanya dari kekuatan fisik dan rohani meskipun kekuatan yang dimiliki tidak sebanding dengan kekuatan yang dimiliki oleh musuh (walaupun kekuatan fisik dan persenjataan tidak dinafikan). Karena kemenangan suatu kelompok pejuang bukan hanya bergantung dengan kekuatan bilangan dan kekuatan senjata, bukan dengan kekuatan harta dan kuda dan seterusnya, bukan dengan kekuatan bekalan dan persediaan yang lengkap, bahkan kemenangan itu dicapai dengan kekuatan hubungan hati yang kukuh dengan kekuasaan Allah yang tidak mungkin dapat dikalahkan oleh kekuatan manusia manapun juga.
Peperangan Badar merupakan contoh yang paling tepat dan paling ideal yang menjelaskan tentang undang-undang kemenangan dan undang-undang kekalahan, ia memperlihatkan sebab-sebab kemenangan dan dan sebab-sebab kekalahan, sebab-sebab haqiqi dan sebab-sebab lahiriyah yang bersifat fisik, ia merupakan sebuah kitab terbuka yang dapat dibaca oleh generasi-generasi dari semua zaman dan tempat.
Peperangan Badar merupakan salah satu bukti kekuasaan Allah dan salah satu undang-undang Allah yang berlaku pada makhluknya selama tegaknya langit dan bumi. Kelompok Muslimin yang berjuang pada waktu itu untuk menegakkan kembali sistem hidup Islamiyyah di muka bumi setelah didominasi oleh sistem hidup jahiliyah yang lama sekali. Situasi dan keadaan yang ada pada mereka dan kekuatan-kekuatan yang mereka miliki daripada jumlah bilangan personil, persediaan perbekalan dan kekuatan persenjataan jauh lebih kecil dan lemah dibandingkan dengan apa yang dimiliki oleh musuh (musyrikin Makkah).
Namun begitu, karena dekat dan kuatnya hubungan hati yang dipenuhi dengan iman yang bersemayam di hati sanubari mereka dengan kekuatan yang dimiliki oleh Allah Ta’ala, menjadikan kekuatan mereka lebih hebat berkali-kali dengan kekuatan musuh, dan akhirnya berkat pertolongan Allah Ta’ala kemenangan berada di pihak kaum Muslimin. Oleh sebab itu seharusnya ummat Islam mulai memahami dan mempelajari apa yang terkandung dalam Perang Badar untuk merenungi nilai-nilai haqiqi yang telah ditunjukkan olehnya dan meneliti dimensi-dimensinya yang agung di mana ia memperlihatkan jarak perbedaan yang amat jauh di antara kehendak-kehendak yang difikir oleh manusia untuk kepentingan yang baik ditetapkan oleh Allah untuk kehidupan mereka.
Objektif Jihad di dalam Islam ialah meruntuhkan sistem-sistem pemerintahan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam dan menegakkan kerajaan yang berlandaskan prinsip-prinsip Islam. Tidak hanya terbatas pada sebuah negara saja, bahkan Islam mau dan berhasrat agar revolusi yang menyeluruh dicetuskan di seluruh pelosok dunia. Inilah objektif Islam yang paling tinggi dan luhur yang senantiasa menjadi sasaran di hadapan matanya. Daya usaha yang sungguh-sungguh perlu diusahakan oleh kaum muslimin atau anggota-anggota Jamaa’ah Islamiyyah ialah melaksanakan tugas mencetuskan revolusi Islam dan mengubah sitem pemerintahan di negara-negara yang didiami mereka kepada sistem pemerintahan yang berdasarkan syari’at Allah.
Dan yang harus menjadi objektif mereka yang paling tinggi dan luhur ialah mencetuskan revolusi Islam sedunia, karena ide cita-cita revolusi Islam yang tidak beriman kepada prinsip perkauman atau kebangsaan dan menyeru ke arah kebahagiaan dan kejayaan seluruh ummat manusia tidak mungkin akan membatasi wilayah gerakannya terbatas pada satu negara semata karena kebenaran tidak mengakui (mengi’tiraf) batas-batas geografi dan tidak rela dikurung di dalam wilayah sempit yang disebut sebagai batasan geografi oleh ahli-ahli geografi. Sebagaimana juga kebathilan dan kejahatan tidak terbatas di dalam satu wilayah batasan geografi, dan organisasi-organisasi kejahatan itu tidak bekerja sendiri dalam wilayah-wilayah mereka yang terbatas bahkan mereka saling bekerjasama secara menyeluruh mencakup seluruh dunia demi menumbangkan kebenaran dan membinasakannya dari setiap aspek kehidupan mereka. Inilah tabiat kebathilan dan kejahatan yang diperjuangkan oleh orang-orang kafir sejagat yang telah bermula sejak awalnya sehingga ke suatu masa kebenaran harus dapat menumbangkan dan menghancurkannya.
Ketahuilah bahwa kebenaran itu tidak mungkin dibatasi oleh batasan-batasan geografi. Ia mempunyai bayang-bayang yang memberi naungan luas dan kebaikannya meliputi seluruh tempat, ia tidak terbatas pada satu masyarakat dan satu negara saja. Di mana saja manusia ditindas, maka kebenaran wajib datang menolongnya, membela, dan mempertahankan haknya. Dan di mana saja golongan insan lemah yang teraniaya, maka keadilan, prinsip-prinsipnya dan para pejuangnya akan menyahut seruan mereka, membantu mereka sehingga ia mencapai kemenangan dari musuh-musuh mereka yang dzalim dan mendapatkan kembali hak-hak mereka yang dirampas dan digunakan dengan sewenang-wenangnya oleh penguasa yang dzalim.
Oleh sebab itu wajib di atas seluruh hizbul Islamiy di dunia ini bersatu padu, bekerjasama mewujudkan program dan aktivitas bersama demi melaksanakan program reformasi yang didukung olehnya untuk mewujudkan pemerintahan Islam bukan saja terbatas di dalam wilayah satu negara, bahkan mereka mesti berjuang meluaskan pengaruhnya di pelbagai pelosok dunia. Selanjutnya mereka menyeru penduduk dunia agar menerima dakwah ini dan tunduk di bawah sistem Islam yang menjamin dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan dunia dan kebahagiaan akhirat.
Inilah garis perjuangan dan jalan yang diikuti oleh Nabi dan tokoh-tokoh Islam yang datang kemudiannya, di mana sirah beliau telah diikuti oleh khalifah-khalifah ar-Rasyidah. Mereka memulakan perjuangan di Semenanjung Arab, kemudian tidak lama matahari Islam memerangi pelosok bumi merata dunia. Inilah tugas suci dan luhur, tugas yang sungguh-sungguh sangat berat, dan di dalamnya terdapat kedamaian dan keamanan dunia dan akhirat.
Mudah-mudahan dengan uraian ringkas di atas dapat menghantarkan kepada kefahaman kita bahwa sebenarnya Jihad itu memiliki objektif (sasaran dan tujuan yang hendak dicapai). Tidak semata sekedar mengangkat senjata tanpa tujuan yang berlandas syari’at-Nya atau sekedar memperoleh kekuasaan atas manusia dan kematerialan semata.
Wabillahittaufiq wal hidayah.