(Abujibriel.com)—Ya ayyuhal ikhwani wa akhowatifillahi, bagaimana perasaan antum disaat sedang bertemu dengan saudara seiman di suatu waktu atau kala bersama-sama menimba ilmu dalam suatu kajian ilmu? Tentulah suasana hati menjadi sumringah dan gembira, sebab hati terasa satu dan seiring sejalan serta merasa rindu untuk segera bertemu kembali apabila tiba masanya harus berpisah. Beda tentunya saat bersua dengan yang selainnya dalam konteks kebersamaan dalam bertauhid kepada Allah alla wa jalla. Begitulah sunnatullah, bahwa seorang mu’min—bagi mereka saling bertautan hati-hati mereka antara satu dengan yang lainnya.
Lalu bagaimanakah seharusnya seorang muslim dalam menjalani rasa sayang dan cintanya kepada saudara seimannya tersebut? Apakah Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam pernah mendidik para sahabat tentang perkara ini?
Adalah sebuah hadits dari Anas bin Malik radliyallahu ‘anhu yang mengabarkan tentang satu sabda Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam berikut:
أَنَّ رَجُلًا كَانَ عِنْدَ النَّبِيِّ فَمَرَّ بِهِ رَجُلٌ, فَقَالَ: يَا رَسُولُ اللهِ, إِنِّي أُحِبُّ هَذَا, فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ : أَعْلَمْتَهُ قَالَ: أَعْلِمْهُ. قَالَ:فَلَحِقَهُ, فَقَالَ: إِنِي أُحِبُّكَ فِي اللهِ, فَقَالَ: أَحَبَّكَ اللهُ الَّذِي أَحْبَبْتَنِي لَهُ.
“Ada seorang lelaki yang tengah berada di sisi Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam, kemudian ada seorang laki-laki yang melewatinya. Laki-laki yang berada di sisi Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam berkata, “Wahai rasulullah, sesungguhnya aku mencintai orang ini.” Maka Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam berkata,” Sudahkah engkau mengatakan kepadanya tentang hal itu?” Laki-laki itu berkata, “Belum.” Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam berkata, “Beritahukanlah kepadanya.” Anas bin Malik radliyallahu ‘anhu berkata, “Kemudian laki-laki itu menyusul laki-laki yang melewatinya, kemudian mengatakan, “Sesungguhnya aku mencintaimu karena Allah.” Maka laki-laki itu menjawab, “
أَحَبَّكَ اللهُ الَّذِي أَحْبَبْتَنِي لَهُ
(Semoga engkau dicintai oleh Allah Ta’ala yang karena-Nya engkau mencintai aku).” (HR. Abu Dawud)
Inilah keindahan dinul Islam yang diantaranya adalah keindahan dua orang yang saling mencintai karena Allah Ta’ala, yaitu rasa cinta yang timbul karena ketauhidan dan arahan hidup fi sabilillahi. Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan kepada kita agar menumbuhkan perhatian dan welas-asih diantara sesama muslim. Perkara ini sangatlah penting mengingat akan berkaitan erat dengan hak-hak dan kewajiban seorang muslim terhadap muslim lainnya, seperti saling menasehati untuk menetapi kesabaran, saling menghibur ketika dihinggapi kesedihan, saling memacu gairah untuk berkompetisi dalam mengerjakan kebajikan, serta saling mencegah ketika hawa-nafsu condong kepada perbuatan mungkar. Oleh sebab itu pemupukan perasaan sayang dan cinta kepada saudara seiman menjadi penting karena ia bisa menjadi faktor pendukung dalam banyak amalan muamalah. Ini tentunya berseberangan apabila tidak ada rasa sayang diantaranya. Ia bisa menjadi penyebab hati-hati yang saling membelakangi, saling enggan berinteraksi, saling dengki, saling membuang muka ketika berpapasan; padahal Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam pernah berpesan untuk umatnya sebagaimana yang disampaikan sahabat Abu Dzarr radliyallahu ‘anhu yang ia berkata bahwa Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لاَ تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا وَ لَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ.
“Janganlah kamu memandang rendah sedikitpun suatu kebajikan, walaupun sekedar kamu bertemu saudaramu dengan wajah yang berseri-seri.” (HR. Muslim)
Lalu bagaimana pula dengan sikap muslim yang semakin saling enggan mengucapkan salam ketika bersua di suatu kesempatan dengan alasan tidak mengenalnya atau memandang bahwa ia bukanlah siapa-siapa? Bukankah ini yang sering dijumpai sehari-hari? Padahal mengenai ini—juga terdapat perintah Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam sebagai upaya menumbuhkan rasa sayang diantara sesama muslim, seperti sabdanya berikut:
Dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu, ia bertutur bahwa Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لَا تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ حَتَى تُؤْمِنُوا, وَ لَا تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوْا, أَوَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوْهُ تَحَابَبْتُمْ؟ أَقْشُوا السَّلاَمَ بَيْنَكُمْ.
“Kalian tidak akan masuk surga sebelum kalian beriman, dan kalian tidak akan beriman sebelum saling menyayangi. Maukah aku tunjukkan satu perbuatan yang apabila kalian mengerjakannya niscaya kalian akan saling menyayangi? Yaitu sebarkanlah salam diantara kalian.” (HR. Muslim)
Sungguh, ucapan salam ini perkara sederhana yang terbukti efektif dalam ‘mencairkan’ ketinggian hati diantara sesama muslim. Selain itu ucapan salam juga merupakan sarana untuk saling mendo’akan kebaikan diantara sesama muslim. Oleh sebab itu jangan remehkan perkara ringan yang mengandung kebajikan ini sebagaimana perintah Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana hadits diatas,
لاَ تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا…
“Janganlah kamu memandang rendah sedikitpun suatu kebajikan…”
Demikian juga dengan sunnah Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam tentang penumbuhan rasa sayang berikut ini:
Dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu, ia mengabarkan bahwa Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
تَهَادُوا تَهَابُّوا.
“Saling memberi hadiahlah kalian, maka niscaya kalian akan saling mencintai.” (HR. Bukhari)
Begitu banyak perkara yang bisa ditunaikan dalam upaya menumbuhkan kasih-sayang ini, maka tinggallah kemauan kaum muslimin: berencana mengikuti sunnah atau masih menetapi keengganan. Karena masih banyak ditemui, kaum muslimin yang cenderung bersayangan dengan kaum selainnya dan meninggalkan saudara seimannya. Padahal Allah Ta’ala telah menetapi dalam firman-Nya,
“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung.” (QS. al-Mujadilah, 58:22)
Kembali kepada sunnah Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam dalam tuntunannya untuk menyatakan rasa sayang kita terhadap saudara seiman kita, maka rencanakan agar kita turut melaksanakannya. Mari untuk membiasakan kebenaran (yang haq) dan bukan membenarkan kebiasaan (yang bathil). Maka jangan malu untuk mengatakan kepada saudara semuslim kita:
إِنِي أُحِبُّكَ فِي اللهِ
“Sesungguhnya aku mencintaimu karena Allah.”
Dan jika ada yang mengatakan yang demikian terhadap diri kita, maka jawablah dengan perkataan:
أَحَبَّكَ اللهُ الَّذِي أَحْبَبْتَنِي لَهُ
“(Semoga engkau dicintai oleh Allah Ta’ala yang karena-Nya engkau mencintai aku).”
Semoga kita termasuk hamba-hamba Allah Ta’ala yang mendawamkan firman-Nya seperti dalam ayat berikut:
“Dan dia termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih-sayang.” (QS. al-Balad, 90:17)
Demikian semoga bermanfaaat, wallahu a’lam bishowwab. (abdullahahmad)