(Abujibriel.com)—Pada beberapa bahasan yang lalu telah disebutkan sebelas poin kemuliaan bagi orang-orang beriman yang bergegas ke medan Jihad demi menegakkan kalimah Allah, berjaga-jaga di medan Jihad (ribath) dan gugur syahid didalamnya. Simak kelanjutannya berikut ini:
12. Dipermudahkan Sakaratul Maut bagi Para Mujahid di Jalan Allah
Sakaratul maut adalah saat-saat menjelang kematian bagi seseorang di mana rohnya dicabut keluar oleh Malaikat Maut. Saat-saat sakaratul maut tersebut bisa memudahkan dan bisa memberatkan, bergantung kepada iman dan amal shalih seseorang di masa hidupnya. Allah Subhanahu wa Ta‘ala yang menerangkan hal ini dalam firman-Nya:
“Demi (makhluk-makhluk) yang mencabut dengan cara yang sekasar-kasarnya; dan yang menarik dengan cara yang selembut-lembutnya.” (QS. al-Nazi‘at, 79:1-2)
Bagi orang-orang kafir, saat sakaratul maut bagi mereka adalah sangat dahsyat dan memberatkan karena nyawa mereka dicabut dengan cara yang sekasar-kasarnya. Allah ‘Azza wa Jalla mengkhabarkan hakikat ini:
“Dan (sungguh ngeri) sekiranya engkau melihat ketika orang-orang yang zalim itu dalam penderitaan sakaratul maut, sedang malaikat-malaikat pula menghulurkan tangan mereka (memukul dan menyiksa orang-orang itu) sambil berkata (dengan menengking dan mengejek): “Keluarkanlah nyawa kamu (dari tubuh kamu sendiri); pada hari ini kamu dibalas dengan azab siksa yang menghina (kamu) sehina-hinanya, disebabkan apa yang telah kamu katakan terhadap Allah dengan tidak benar, dan kamu pula (menolak dengan) sombong takabur akan ayat-ayat keterangan-Nya.” (QS. al-An‘aam, 6:93)
Bagi orang-orang yang beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta‘ala, akan dipermudahkan sakaratul maut mereka. Kadar kemudahan adalah sejalan dengan kadar iman, taqwa, dan amal salih yang dia lakukan di masa hidupnya. Semudah-mudah sakaratul maut adalah bagi seseorang Mujahid yang gugur di medan Jihad, dimana bagi mereka yang dirasakan hanyalah sekadar cubitan yang tidak menyakitkan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang telah mengkhabarkan akan hal ini:
مَا يَجِدُ الشَّهِيدُ مِنْ مَسِّ الْقَتْلِ إِلاَّ كَمَا يَجِدُ أَحَدُكُمْ مِنْ مَسِّ الْقَرْصَةِ.
“Orang-orang yang mati syahid tidak merasakan sentuhan kematian melainkan seumpama salah seorang di antara kamu dicubit.” (Sahih Sunan At-Tirmizi – no: 1668 (Kitab Keutamaan Jihad, bab Berkenaan keutamaan di perbatasan Jihad)
13. Para Mujahid yang syahid dinikahkan dengan bidadari syurga dan
bisa memberi syafaat kepada 70 orang keluarganya
Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
لِلشَّهيْدِ عِنْدَ اللهِ سِتُ خِصَالٍ: يَغْفِرُ لَهُ فِي أَوَلُ دُفْعَةٍ مِنْ دَمِهِ. وَيُرَى مَقْعَدَهُ مِنَ اْلجَنَّةِ. وَيُجَار مِنْ عَذابِ القِبْرِ. وِيِأْمَنْ مِنْ الفَزَعِ الأَكِبِرِ. وَيُحَلَّى حُلَّةَ الإِيْمَانِ. وِيُزَوْجُ مِنَ الْحُورِ الْعِينِ. وِيَشْفَّعُ في سَبْعِيْنَ إِنْسَاناَ مِنْ أَقَارِبِهِ.
“Bagi seseorang yang gugur syahid di sisi Allah (dikaruniakan) ada 6 perkara, yaitu:
1. Allah mengampuni dia di saat titisan pertama darah yang keluar (karena lukanya di jalan Allah),
2. Diperlihatkan tempatnya di Syurga,
3. Dilepaskan daripada azab kubur dan aman daripada ketakutan yang besar (hari kiamat),
4. Dipakaikan pakaian keimanan,
5. Dikawinkan dengan bidadari Syurga bermata indah, dan
6. Diberi syafaat 70 daripada ahli keluarganya yang terdekat.” (Sahih Sunan At-Tirmizi – no: 1663)
Allah Subhanahu wa Ta‘ala telah menyediakan bidadari-bidadari syurga yang khas kepada para Mujahid yang telah berjuang menegakkan kalimah Allah di dunia. Bidadari-bidadari ini sangat cantik lagi indah sehingga sukar untuk digambarkan dengan perkataan. Wajah mereka sejernih kaca, mata mereka seperti telur burung kasuari umpama permata. Allah ‘Azza wa Jalla menyampaikan kabar keindaham mereka dalam al-Qur’an al-Karim, diantaranya yaitu:
“Di dalam Syurga-syurga itu terdapat bidadari-bidadari yang pandangannya tertumpu (kepada mereka semata-mata), yang tidak pernah disentuh sebelum mereka oleh manusia dan jin.” (QS. ar-Rahman, 55:56)
“Bidadari-bidadari itu (cantik berseri) seperti permata delima dan marjan.” (QS. ar-Rahman, 55:58)
“Dalam kedua-dua syurga itu juga terdapat (bidadari-bidadari) yang baik akhlaknya, lagi cantik parasnya.” (QS. ar-Rahman, 55:70)
“Dan (mereka dilayani) bidadari-bidadari yang cantik parasnya, seperti mutiara yang tersimpan dengan sebaik-baiknya.” (QS. al-Waqi‘ah, 56:22-23)
“Sedang di sisi mereka ada pula bidadari-bidadari yang tidak menumpukan pandangannya melainkan kepada mereka, lagi yang amat indah luas matanya; (Putih kekuning-kuningan) seolah-olah mereka telur (burung kasuari) yang tersimpan dengan sebaik-baiknya.” (QS. as-Saffat, 37: 48-49)
“Dan di sisi mereka pula bidadari-bidadari yang pandangannya tertumpu (kepada mereka semata-mata), lagi yang sebaya umurnya.” (QS. Shaad, 38:52)
Diriwayatkan bahwa ‘Atha’ al-Sulaiman pernah berkata kepada Malik bin Dinar rahimahullah, “Wahai Abu Yahya! Sesungguhnya dalam syurga para bidadari memamerkan kecantikan mereka. Seandainya Allah tidak menetapkan bahwa ahli syurga tidak akan mati selama-lamanya, pasti mereka akan mati setelah melihat para bidadari tersebut karena kecantikan mereka yang luar-biasa.” (Dikemukakan oleh Ibn al-Qayyim dalam Haadil Arwah ila Biladil Afrah, ms 169)
Abdullah ibn Mubarak meriwayatkan dengan sanadnya daripada Thabit al-Baniy:
“Sesungguhnya ada seorang pemuda yang telah berperang di medan Jihad selama bertahun-tahun. Cita-citanya hanya ingin syahid namun belum juga terkabul. Lalu dia berkata kepada dirinya: “Demi Allah, aku tidak ada jalan terbaik melainkan mesti kembali kepada keluargaku, lalu bernikah.” Kemudian dia tertidur di bawah sebuah pohon lalu dibangunkan oleh salah seorang rekannya untuk sholat dzuhur. Tatkala dikejutkan dia menangis sehingga rekannya menjadi khawatir seandainya dia terkena sesuatu. Ketika melihat kegelisahan rekannya dia berkata: “Sesungguhnya aku tidak terkena sesuatu apapun. Akan tetapi sebentar tadi tatkala aku tertidur, telah datang seorang lelaki seraya berkata kepadaku: “Pergilah berjumpa dengan isteri kamu al-Aina (yang bermata indah).” Maka aku bangun dan pergi bersama lelaki itu sehingga sampai ke sebuah padang yang putih bersih, taman yang indah permai yang belum pernah aku melihat sesuatu seindah itu. Di taman tersebut terdapat 10 pelayan wanita yang sangat cantik yang belum pernah aku melihat orang secantik itu. Aku sangat mengharapkan salah-seorang daripada mereka ialah isteri aku. Aku bertanya kepada mereka: “Adakah al-Aina bersama kalian?” Mereka menjawab: “Kami ini hanyalah pelayan-pelayannya.” Lalu aku meneruskan perjalanan bersama lelaki itu, tiba-tiba aku melihat sebuah taman lain yang lebih indah daripada taman sebelumnya. Di dalamnya terdapat 20 pelayan wanita yang kecantikan mereka berlipat kali ganda daripada pelayan yang sebelumnya. Aku sangat mengharapkan salah seorang daripada mereka ialah isteri aku. Aku bertanya kepada mereka: “Adakah al-Aina bersama kalian?” Mereka menjawab: “Kami ini hanyalah pelayan-pelayannya sehingga disebutkan sebanyak 30 pelayan.” Lalu diteruskan perjalanan bersama lelaki tersebut sehingga sampai kepada sebuah kubah yang dibuat daripada permata delima berwarna merah berkilau-kilauan, cahayanya menerangi suasana sekitarnya. Maka berkata lelaki tersebut: “Masuklah.” Akupun masuk lalu tiba-tiba aku melihat seorang wanita yang sangat cantik. Cahayanya mengalahkan kilauan cahaya kubah yang gemerlapan itu. Aku duduk dan berbincang-bincang dengannya seketika dan dia menyambut perbincanganku. Lelaki itu kemudian berkata: “Keluarlah dan pergi engkau.” Aku tidak mungkin menentang perintahnya. Tatkala aku berdiri wanita itu memegang ujung sorbanku lalu berkata: “Berbukalah anda (puasa) bersama kami malam ini.” Ketika kalian membangunkan aku sebentar tadi, barulah aku mengetahui bahwa ia hanyalah sebuah mimpi, lalu akupun menangis.” Tidak lama kemudian seruan Jihad dikumandangkan. Semua orang bersiap-sedia menaiki kuda dan terus memacu ke medan Jihad hingga terbenam matahari, di saat orang ramai berbuka puasa. Maka di saat itu jugalah pemuda tersebut terkena senjata musuh sedang dia masih dalam suasana berpuasa.” Aku (Ibn Mubarak) merasa yakin bahwa pemuda itu adalah dari kalangan Anshar dan silsilahnya jelas dapat diketahui.” (Abdullah ibn Mubarak – Kitab al-Jihad, ms 144-145. Riwayat yang seumpama juga disebut oleh Abu Laits al-Samarqandi dalam Tanbihul Ghafilin, ms 1004-1009)
14. Roh para Mujahid bebas berterbangan di syurga dalam jasad seekor burung
Berkata Masruq, “Kami bertanya kepada ‘Abd Allah ibn Mas‘ud radliallahu ‘anhu tentang ayat berikut ini (firman Allah):
“Dan jangan sekali-kali engkau menyangka orang-orang yang terbunuh (yang gugur Syahid) pada jalan Allah itu mati, (mereka tidak mati) bahkan mereka adalah hidup (secara istimewa) di sisi Tuhan mereka dengan mendapat rezeki.” (QS. ‘Ali Imran, 3:169)
Berkata ‘Abdullah ibn Mas‘ud: “Sesungguhnya kami juga telah bertanya yang sedemikian (kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan beliau menjawab):
أَرْوَاحُهُمْ فِي جَوْفِ طَيْرٍ خُضْرٍ لَهَا قَنَادِيلُ مُعَلَّقَةٌ بِالْعَرْشِ تَسْرَحُ مِنْ الْجَنَّةِ حَيْثُ شَاءَتْ ثُمَّ تَأْوِي إِلَى تِلْكَ الْقَنَادِيلِ فَاطَّلَعَ إِلَيْهِمْ رَبُّهُمْ اطِّلَاعَةً فَقَالَ هَلْ تَشْتَهُونَ شَيْئًا قَالُوا أَيَّ شَيْءٍ نَشْتَهِي وَنَحْنُ نَسْرَحُ مِنْ الْجَنَّةِ حَيْثُ شِئْنَا فَفَعَلَ ذَلِكَ بِهِمْ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ فَلَمَّا رَأَوْا أَنَّهُمْ لَنْ يُتْرَكُوا مِنْ أَنْ يُسْأَلُوا قَالُوا يَا رَبِّ نُرِيدُ أَنْ تَرُدَّ أَرْوَاحَنَا فِي أَجْسَادِنَا حَتَّى نُقْتَلَ فِي سَبِيلِكَ مَرَّةً أُخْرَى فَلَمَّا رَأَى أَنْ لَيْسَ لَهُمْ حَاجَةٌ تُرِكُوا
“Roh-roh mereka berada di dalam jasad burung hijau, bagi burung itu ada lampu-lampu yang bergantung di al-‘Arasy, mereka bebas terbang ke mana saja yang disukai dalam syurga ,kemudian mereka akan kembali bergantung pada lampu-lampu itu. Allah mendatangi mereka dan bertanya: “Adakah kalian mengingini sesuatu?” Mereka menjawab: “Apa lagi yang kami inginkan sedang kami bebas terbang sesuka hati dalam syurga.” Soalan diulangi 3 kali dan apabila dilihat mereka tidak akan ditinggalkan daripada ditanya, mereka berkata: “Wahai Tuhan kami, kami mengingini agar dikembalikan roh kami kepada jasad kami sehingga kami terbunuh sekali lagi di jalan-Mu (yakni gugur Berjihad).” Maka apabila melihat mereka tiada mempunyai sebarang permintaan maka mereka ditinggalkan.” (Sahih Muslim no: 1887 (Kitab Al-Imarah, bab Penjelasan berkenaan roh-roh syuhada’ di syurga……)
Sementara itu dalam sebuah hadits yang lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ أَرْوَاحَ الشُّهَدَاءِ فِي طَيْرٍ خُضْرٍ تَعْلُقُ مِنْ ثَمَرِ الْجَنَّةِ أَوْ شَجَرِ الْجَنَّةِ.
“Sesungguhnya roh-roh syuhada’ berada dalam burung hijau, diberi makan daripada buah-buahan syurga atau pepohon syurga.” (Sahih Sunan At-Tirmizi – no: 1641 (Kitab Keutamaan Jihad, bab Berkenaan ganjaran bagi para syahid)
15. Para Mujahid yang syahid ingin dikembalikan ke dunia untuk syahid kembali karena keindahan dan kemuliaannya
Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
مَا مِنْ أَحَدٍ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ يُحِبُّ أَنْ يَرْجِعَ إِلَى الدُّنْيَا وَأَنَّ لَهُ مَا عَلَى الأَرْضِ مِنْ شَيْءٍ غَيْرُ الشَّهِيدِ فَإِنَّهُ يَتَمَنَّى أَنْ يَرْجِعَ فَيُقْتَلَ عَشْرَ مَرَّاتٍ لِمَا يَرَى مِنْ الْكَرَامَةِ.
“Tidak ada seorang jua yang telah memasuki syurga akan ingin kembali ke dunia, sekalipun diberi kepadanya segala kekayaan bumi kecuali seorang yang syahid, sesungguhnya dia ingin dikembalikan ke dunia dan kemudian terbunuh (syahid) 10 kali karena dia telah melihat kemuliaan yang diperolehi oleh seorang yang syahid.” (Sahih Muslim – no: 1877 (Kitab Al-Imarah, bab Keutamaan syahid di Jalan Allah Ta‘ala)
Demikian adalah satu kebenaran di kalangan para Mujahid yang gugur di Jalan Allah. Kemudahan sakaratul maut, keindahan syurga, kecantikan bidadari yang mengawininya, pengecualian daripada azab kubur serta kedahsyatan kiamat, peluang memberi syafaat kepada ahli keluarga dan kebebasan bergerak ke mana saja akan menyebabkan para Mujahid yang gugur syahid ingin dihidupkan dan dikembalikan ke dunia supaya mereka bisa kembali ke medan perang dan gugur syahid semula berulang kali.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga sangat mengingini hal ini. Beliau menerangkan:
لَوْ لاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي أَوْ عَلَى النَّاسِ لأَحْبَبْتُ أَنْ لاَ أَتَخَلَّفَ خَلْفَ سَرِيَّةٍ تَخْرُجُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَكِنْ لاَ أَجِدُ مَا أَحْمِلُهُمْ عَلَيْهِ وَلاَ يَجِدُونَ مَا يَتَحَمَّلُونَ عَلَيْهِ فَيَخْرُجُونَ فَوَدِدْتُ أَنْ أُقَاتِلَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَأُقْتَلَ ثُمَّ أُحْيَا ثُمَّ أُقْتَلَ ثُمَّ أُحْيَا ثُمَّ أُقْتَلَ
“Jika tidak memberatkan umatku, aku sangat mengingini agar tidak ketinggalan daripada sebuah ekspedisi perang yang keluar di Jalan Allah. Akan tetapi aku tidak mendapati sesuatu yang dapat membawa mereka dan mereka juga tidak mempunyai sesuatu yang dapat membawa mereka keluar (ke medan Jihad). Aku sangat mengingini untuk berperang di Jalan Allah kemudian terbunuh, kemudian dihidupkan, kemudian terbunuh, kemudian dihidupkan, kemudian terbunuh.” (Musnad Ahmad – no: 10443)
Dalam haditsnya di atas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga sangat ingin untuk keluar ke medan Jihad di Jalan Allah lalu gugur syahid, kemudian dihidupkan dan gugur syahid kembali. Akan tetapi karena kepentingan umatnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak turut serta dalam semua ekspedisi perang. Adakalanya beliau ikut dalam memimpinnya dan adakalanya beliau tinggal di kota Madinah bersama umat Islam yang lemah. Bagi umat yang lemah ini, beliau teringin untuk membantu mereka keluar berjihad karena keinginan mereka juga untuk keluar berjihad. Namun kadang, baik beliau maupun mereka tidak memiliki kemampuan, baik dari sudut fisik (umur tua, cacat anggota badan, ada penyakit, maupun kaum wanita) ataupun secara material (kendaraan dan senjata). Inilah yang beliau shallallahu ‘alaihi wasallam maksudkan: “Akan tetapi aku tidak mendapati sesuatu yang dapat membawa mereka dan mereka juga tidak mempunyai sesuatu yang dapat membawa mereka keluar (ke medan Jihad).”
Orang-orang inilah yang Allah maksudkan dalam firman-Nya:
“Orang-orang yang lemah dan orang-orang yang sakit, dan juga orang-orang yang tidak mempunyai sesuatu yang akan dibelanjakan, tidaklah menanggung dosa (karena tidak turut berperang) apabila mereka berlaku ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya. Tidak ada jalan sedikitpun bagi menyalahkan orang-orang yang berusaha memperbaiki amalannya; dan Allah Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani.
Dan tidak juga berdosa orang-orang yang ketika mereka datang kepadamu (memohon) supaya engkau memberi kendaraan kepada mereka, engkau berkata: “Tidak ada padaku kendaraan yang hendak kuberikan untuk membawamu,” mereka kembali sedang mata mereka mengalirkan air-mata yang bercucuran karena sedih bahwa mereka tidak mempunyai sesuatupun yang hendak mereka belanjakan (untuk pergi berjihad pada jalan Allah).” (QS. at-Taubah, 9: 91-92)
Hadits-hadits serta ayat al-Qur’an di atas menerangkan kesungguhan dan ketekunan umat Islam generasi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk keluar ke medan Jihad di Jalan Allah hingga gugur syahid berulang kali. Namun sayang sekali, ada juga umat Islam yang enggan keluar berjihad di Jalan Allah, apatah lagi untuk gugur sebagai seorang syahid. Mereka ini, yang jumlahnya kecil di zaman Rasulullah tetapi menjadi besar di zaman mutakhir ini, telah mengemukakan pelbagai alasan, dalih, muslihat dan bantahan untuk mengelakkan diri daripada keluar berjihad.
Allah yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana telah mengungkap alasan, dalih, muslihat dan bantahan mereka tersebut dalam al-Qur’an yang sekaligus kemudian Allah Ta’ala jawab kelakuan mereka dalam ayat-ayat berikut:
Pertama:
Mereka meminta izin agar tidak perlu keluar berjihad kerana mereka mengira di dalam amalan Jihad terkandung fitnah semata-mata:
“Dan di antara mereka ada yang berkata: “Izinkanlah aku (supaya tidak pergi berperang) dan janganlah engkau menjadikan aku dipengaruhi oleh fitnah.” (QS. at-Taubah, 9:49)
Allah menjawab atas permintaan izin mereka ini:
“Ketahuilah, mereka telah pun tercebur ke dalam fitnah (dengan dalihan yang dusta itu). Dan sesungguhnya azab Jahannam meliputi orang-orang yang kafir.” (QS. at-Taubah, 9:49)
Kedua:
Mereka bergembira untuk tidak ikut keluar berjihad dengan memberi alasan yang remeh seperti cuaca yang panas:
“Orang-orang yang ditinggalkan (tidak turut berperang) itu bersuka-cita disebabkan mereka tinggal di belakang Rasulullah (di Madinah); dan mereka (memang) tidak suka berjihad dengan harta-benda dan jiwa mereka pada jalan Allah, dan mereka berkata: “Janganlah kamu keluar beramai-ramai (untuk berperang) pada musim panas ini.” (QS. at-Taubah, 9:81)
Alasan remeh mereka dijawab dengan yang seumpama oleh Allah ‘Azza wa Jalla:.
“Katakanlah: “Api neraka Jahannam lebih panas membakar,” kalaulah mereka itu orang-orang yang memahami.” (QS. at-Taubah, 9:81)
Ketiga:
Mereka berkata seandainya ada peperangan yang benar-benar demi kebaikan Islam, pasti mereka akan turut serta:
“Mereka berkata: “Kalaulah kami mengetahui ada peperangan (dengan sebenar-benarnya), tentulah kami mengikut kamu (turut berperang).” (QS. ‘Ali Imran, 3:167)
Allah menerangkan hakikat sebenarnya di sebalik perkataan mereka:
“Mereka ketika (mengucapkan perkataan) itu lebih dekat kepada kufur dari dekatnya kepada iman. Mereka selalu menyebut dengan mulutnya apa yang tidak ada dalam hatinya. Dan (ingatlah), Allah Maha Mengetahui akan apa yang mereka sembunyikan.” (QS. ‘Ali Imran, 3:167)
Keempat:
Mereka meminta tangguh sebentar daripada keluar untuk berjihad:
Lalu mereka berkata: “Wahai Tuhan kami, mengapa Engkau wajibkan kami berperang (pada saat ini)? Mengapa Engkau tidak biarkan kami hingga ke tempo yang singkat?” (QS. an-Nisa’, 4:77)
Permintaan tangguh ini dijawab oleh Allah Ta‘ala:
Katakanlah: “Harta benda yang menjadi kesenangan di dunia ini adalah sedikit saja, (dan akhirnya akan lenyap), dan (balasan) hari akhirat itu lebih baik lagi bagi orang-orang yang bertaqwa (karena ia lebih mewah dan kekal selama-lamanya), dan kamu pula tidak akan dianiaya sedikit pun.”
Di mana jua kamu berada, maut akan mendapatkan kamu (bila sampai ajal), sekalipun kamu berada dalam benteng-benteng yang tinggi lagi kukuh.” (QS. an-Nisa’, 4:77-78)
Jawaban ini diberikan oleh Allah Subhanahu wa Ta‘ala karena Dia Maha Mengetahui dua sebab utama seseorang itu meminta tangguh daripada keluar berjihad:
1. Sangat sayang akan hal-hal kesenangan duniawi, seperti harta-benda dan kedudukan pangkat yang dimiliki.
2. Sangat takut akan mati, atau belum bersedia untuk menerima mati karena belum puas menikmati kesenangan-kesenangan duniawi.
Kelima:
Mereka memberi alasan karena hendak menjaga keselamatan harta-benda dan keluarga:
“Kami telah dihalangi oleh urusan menjaga keselamatan harta-benda dan anak-isteri kami; oleh karena itu, mohonkanlah ampun kepada Allah untuk kami.” (QS. al-Fath, 48:11)
Permohonan mereka dijawab oleh Allah:
“Mereka berkata dengan lidahnya apa yang tidak ada dalam hatinya. Katakanlah (wahai Muhammad: “Jika demikian sebab ketinggalan kamu) maka adakah siapa yang berkuasa mempertahankan kamu daripada terkena atau menerima sesuatu ketetapan dari Allah jika Ia tetapkan kamu ditimpa bahaya atau beroleh manfaat? (Tidak ada siapapun, dan apa yang kamu katakan itu bukanlah menjadi sebab) bahkan Allah adalah Maha Mendalam pengetahuan-Nya tentang sebab ketinggalan yang kamu lakukan itu (dan Ia akan membalasnya).” (QS. al-Fath, 48:11)
Keenam:
Termasuk alasan mereka ialah menjaga keselamatan rumah mereka:
“Sesungguhnya rumah-rumah kami memerlukan perlindungan.” (QS. al-Ahzab, 33:13)
Alasan mereka sekali lagi ditolak, bahkan Allah menerangkan hakikat sebenarnya:
“Padahal (yang benar) ia tidak memerlukan perlindungan. Mereka hanya bertujuan hendak melarikan diri (dari berjuang menegakkan Islam). Dan kalaulah tempat-tempat kediaman mereka itu diserang oleh musuh dari segala penjurunya, kemudian mereka diajak berpaling menentang Islam, sudah tentu mereka akan melakukannya, dan mereka tidak bertangguh lagi tentang itu melainkan sebentar saja.” (QS. al-Ahzab, 33:13-14)
Apa yang wujud di kalangan sebahagian negara Islam masa kini adalah lebih buruk daripada gambaran ayat di atas. Karena inginkan keselamatan negara, mereka telah mengizinkan tentara Amerika Serikat untuk menjadikan negara mereka sebagai tapak untuk melancarkan serangan ke atas lain-lain negara Islam. Ini mereka lakukan sekalipun pada asalnya negara mereka belum diserang oleh Amerika Serikat dan mereka pula telah ketahui bahwa pada masa yang akan datang, Amerika Serikat akan menyerang negara mereka sebagaimana ia menyerang negara Islam yang lain.
Ketujuh:
Mereka tidak mempercayai Jihad dan segala keutamaannya serta kemuliaan yang bakal diperoleh oleh para Mujahid. Mereka memandangnya sebagai tipu-daya yang memperdayakan:
“Orang-orang (Islam) itu telah diperdayakan oleh agama mereka.” (QS. al-Anfal, 8:49)
“Allah dan Rasul-Nya tidak menjanjikan kepada kita melainkan perkara yang memperdayakan saja.” (QS. al-Ahzab, 33:12)
Orang-orang yang berpendapat seperti ini sebenarnya adalah orang-orang munafik sebagaimana kata-kata mereka yang diungkap oleh al-Qur’an dari orang-orang munafik itu sendiri:
“(Ingatlah) ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya berkata: “Orang-orang (Islam) itu telah diperdayakan oleh agama mereka.” (QS. QS. al-Anfal, 8:49).
Dan firman-Nya:
“Dan lagi masa itu ialah masa orang-orang munafik dan orang-orang yang tidak sehat dan tidak kuat iman dalam hatinya berkata: “Allah dan Rasul-Nya tidak menjanjikan kepada kita melainkan perkara yang memperdayakan saja.” (QS. al-Ahzab, 33:12)
Sama-samalah kita merenungi ayat-ayat di atas dan bertanya kepada diri kita sendiri, adakah kita mengelakkan diri daripada turun ke medan Jihad karena di atas salah satu atau sebahagian dari sebab-sebab seumpama di atas?
Insyaa Allah berlanjut…
(oleh ustadz Abu Muhammad Jibriel Abdul Rahman)