Jihad & Ujian

Sebelum syahid (Insya Allah), Syekh Abu Mush’ab Al Zarqawi pernah menuliskan untaian nasihat indah dalam bukunya Inilah Jalan Para Rosul. Beliau mengatakan : Inilah  pelajaran  baru  yang  kukirimkan kepada kalian melalui beberapa untai kata pilihan INILAH JALAN PARA ROSUL Inilah  desahan  hati  yang  kuhempaskan  dari  lubuk hatiku dan rusuk lambung ku yang paling dalam Dari  tentara  yang berdiri  tegak di atas beban-beban berat peperangan dan dentuman-dentuman dahsyat huru-hara Dari Abu Mus’ab Az Zarqawi, Untuk  siapa  saja  yang  masih  memiliki  waktu  dan harga diri yang menyaksikannya…(Berikut sebagian isi buku tersebut yang khusus membahas Jihad & Ujian)

Jihad  pada  hakikatnya  adalah  membersihkan  dan memurnikan jiwa hanya untuk robb dan pencipta jiwa tersebut,  dengan  melaksanakan  perintah-perintah-Nya,  dan  menjemput  janji-janji-Nya.  Pembersihan dan  pemurnian  jiwa  ini  tidak  akan  tercapai  kecuali kalau  jalan  yang  ditempuh  tersebut  harus  dipenuhi dengan berbagai kengerian dan ujian. Makanya, Alloh SWT berfirman:

“…apabila  Alloh  menghendaki  niscaya  Allah  akan membinasakan mereka  tetapi  Allah  hendak menguji sebagian  kamu  dengan  sebagian  yang  lain.  Dan orang-orang yang gugur pada jalan Alloh, Alloh tidak akan  menyia-nyiakan  amal  mereka.  Alloh  akan memberi pimpinan kepada mereka dan memperbaiki keadaan mereka. dan memasukkan mereka ke dalam surga yang telah diperkenalkan-Nya kepada mereka.” (QS. Muhammad [47]:6)

“…seandainya Alloh menghendaki, tentu mereka tidak saling perang, akan tetapi Alloh melakukan apa yang Dia kehendaki.” (QS. Al-Baqoroh [2]: 253)

Mengenai ayat ini,  Ibnu Katsîr berkata, “Artinya, pasti akan  ada  yang  namanya  ujian,  yang  dengan  itu nampaklah  siapa  wali  Alloh.  Dengan  ujian  itu  pula musuh-Nya  akan  terhinakan.  Akan  diketahui  mana yang mukmin dan bersabar, serta mana yang munafik dan jahat.

Ayat ini ditujukan tentang peristiwa perang Uhud,  ketika  Alloh  menguji  kaum  mukminin.  Di sanalah tampak keimanan, kesabaran, dan kekokohan mereka,  serta  keteguhan  untuk  mentaati  Alloh  dan rosul-Nya.  Dengan  kejadian  ini  pula,  tabir  kaum munafik tersingkap, dan ketahuan bagaimana mereka sebenarnya  menentang  dan  tidak  suka  berjihad, kelihatan  sudah  bagaimana  pengkhianatan  mereka kepada Alloh dan rosul-Nya SAW.

“Wahai hamba-hamba Alloh…Renungkanlah firman Alloh SWT beikut ini :

“Dan  di  antara manusia  ada  orang  yang menyembah Alloh  dengan  berada  di  tepi;  jika  memperoleh kebajikan,  tetaplah  ia dalam keadaan  itu, dan  jika  ia ditimpa  oleh  suatu bencana,  berbaliklah  ia  ke belakang.  Rugilah  ia  di  dunia  dan  di  akhirat…”  (QS. Al-Hajj [22]:11)

Al Baghowî meriwatkan  dalam  tafsirnya,  dari  Ibnu Abbas rh,  “Ada  seorang  lelaki  badui  yang  beriman kepada  Rosululloh SAW.  Jika  setelah  masuk  Islam  dia mendapatkan anak dan banyak keturunan serta harta, ia  berkata:  “Ini  adalah  agama  yang  bagus,”  lantas  ia pun beriman  dan  teguh  beriman.  Tetapi  ketika  ia tidak mendapatkan anak, kuda piaraan dan hartanya tidak berkembang, dan  tertimpa paceklik,  ia berkata: “Ini  adalah  agama  yang  jelek,”  setelah  itu  ia  keluar dari  agama  Rosululloh SAW  dan  berbalik  kafir  serta menentang Islam.”

Sayyid  Quthb rh. berkata,  “Jiwa-jiwa  kita  pasti menerima  penempaan  berupa  bala’.  Sejauh  mana tekad  kita  untuk  berperang  membela  yang  benar, pasti  sejauh  itu  pula  akan  diuji  dengan  ketakutan-ketakutan,  suasana-suasana  mencekam,  kelaparan,kurangnya harta dan nyawa serta buah-buahan. Ujian seperti  ini  harus  dijalani,  supaya  orang-orang  yang mengaku  beriman  kelak  mampu  melaksanakan tugas-tugas akidah, sehingga akidah itu benar-benar tertancap  kuat  dalam diri mereka  sebanding dengan beban yang harus ia emban, yang dengan itu mereka tidak  akan  lagi  bisa  melepaskan  akidah  tersebut begitu  berbentur  dengan musibah  pertama.

Jadi, beban-beban di  sini  adalah harga mahal yang harus dibayar  untuk  memperkuat  akidah  dalam  diri pemiliknya  sebelum  ia  sendiri  menguatkan  akidah tersebut  dalam  jiwa  orang  lain.  Dan  setiap  kali mereka merasakan  kepedihan  di  atas  jalan  tersebut, setiap  kali mereka  berkorban  demi  akidah  tersebut, akan  semakin kuat akidah  tersebut menancap dalam diri mereka dan mereka menjadi manusia yang paling berhak  menyandangnya.

Lagipula,  orang  lain  tidak akan  faham  sebesar  apa  nilai  akidah  tersebut, sebelum  ia  menyaksikan  bagaimana  para penyandangnya  ditimpa  bala’  kemudian  mereka bersabar menanggungnya. Bala’ juga harus ada dalam rangka mempersolid dan memperkuat pegangan para pemilik  akidah.

Jadi,  memang  peristiwa-peristiwa dahsyat  datang,  tetapi  di  dalamnya  mengandung kekuatan dan energi, akan membuka  jendela-jendela dan saluran-saluran dalam hati, yang semua itu tidak akan diketahui seorang mukmin selain dengan terjun dalam  berbagai  peristiwa  mencekam.”

Demikian perkataan beliau rh.

Imam Syâfi‘î rh. pernah ditanya: “Mana yang lebih baik bagi  orang  beriman:  diuji  ataukah  diberi  kekuasaan (tamkîn)?”  Beliau  menjawab,  “Kamu  ini  bagaimana, engkau kira dia akan diberi kekuasaan sebelum diuji?”

Dari  Sufwan  bin  ‘Amrû  Sufwan  bin  ‘Amrû  Sufwan  bin  ‘Amrû  Sufwan  bin  ‘Amrû  ia  berkata,  Aku menjadi gubernur  di  Himsh,  suatu  ketika  aku  berjumpa dengan  seorang  kakek  tua  yang  alisnya  sudah berjuntai ke mata,  ia adalah salah seorang penduduk Damaskus. Ketika  sedang  mengendarai  hewan tunggangannya  karena  ingin  berangkat  perang,  ku katakan kepadanya:  “Wahai  paman,  Alloh  telah memberimu  udzur,”  Maka  kakek  itu  menyingkap kedua  alisnya  lalu  berkata,  “Wahai  keponakanku, Alloh  telah  memerintahkan  kita berperang,  baik dalam keadaan ringan ataupun berat.”

Sungguh, orang yang dicintai Alloh, pasti Dia uji:

‘Sabarlah  menghadapi  kengerian  berhari-hari,  kelak akan

tampak hasilnya,  Sabar hanya dimiliki orang-orang yang mulia

Sebentar lagi Alloh kan bukakan setelah kesabaran itu

Ketenangan-ketenangan  setelah  kele-lahan  untuk orang sabar seperti-mu

Sayyid Quthb rh. berkata, “Sesungguhnya  iman  bukan  sekedar  kata-kata  yang diucapkan. Iman adalah kenyataan yang penuh beban berat,  amanah  yang  melelahkan,  jihad  yang membutuhkan  kesabaran,  kesunggu-han  yang menuntut  daya  tahan  me-nanggung  beban.  Tidak cukup  orang  mengatakan,  “Kami  beriman,”  lantas mereka  dibiarkan  begitu  saja  melon-tarkan pengakuan  ini;  sebelum  ia menghadapi  ujian  lalu  ia teguh  meng-hadapinya.  Setelah  itu,  barulah  ia  ke-luar dalam keadaan steril unsur-unsur dalam jiwanya, dan bersih hatinya. Sama seperti api yang membakar emas  untuk  memisahkan  unsur-unsur  tak  berguna yang  terikut  di  sana. Dan  inilah  asal  kata  iman  dari sisi  bahasa.  Lain  lagi  dengan  makna,  cakupan  dan petunjuknya.

Fitnah ujian juga diberikan kepada hati. Ujian terhadap iman adalah perkara baku dan sunnah yang  pasti  berjalan  di  dalam  timbangan  Alloh SWT.
“Dan  sungguh  Kami  telah  menguji  orang-orang sebelum mereka, dan kelak Alloh akan tahu siapakah orang-orang  yang  jujur  dan  orang-orang  yang dusta.”  (QS. Al-Ankabut [29]: 3)

Source: almuhajirun

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *