BETAPA sulitnya memperbaiki nasib bangsa Indonesia, karena orang-orang yang baik di negeri ini kian langka adanya. Sistem Negara demokrasi, bahkan lebih banyak memberi peluang menebar kejahatan daripada menabur kebaikan. Sudah jamak terjadi, seseorang yang dikenal sebagai tokoh baik-baik di masyarakat, begitu terlibat dalam kekuasaan pemerintahan, bukannya memperbaiki keadaan yang sudah rusak, malah dia sendiri yang diperbaiki akibat melakukan kerusakan di atas kerusakan yang sudah ada.
Dalam keadaan demikian, berlakulah firman Allah: “Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada penguasa di negeri itu (supaya mentaati Allah), tetapi mereka melakukan kedurhakaan di dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” (Qs. Al-Isra’, 17:16)
Adalah kewajiban para pejabat untuk membangun Negara, menyuburkan keadilan sosial, meningkatkan kesejahteraan rakyat, membela kemanusiaan secara adil dan beradab. Dalam suatu Negara, penguasa/pejabat negara dan pengusaha adalah dua unsure mutrafin yang saling menguatkan. Apabila keduanya menjadi mata rantai kejahatan di suatu negeri, maka mereka telah memosisikan dirinya sebagai penghancur, implementasi program syetan-iblis laknatullah untuk menghancurkan rakyat dan negerinya.
Kenyataannya, penguasa yang bertindak sebagai Fir’aun selalu ingin menguasai segala hal demi melestarikan kekuasaannya. Sedangkan pengusaha, bertindak seperti Namrud yang selalu mengusahakan apa saja agar menguntungkan ushanya. Maka sekalipun kejahatan korupsi, illegal login, peredaran narkoba, dekadensi moral, berkembangbiaknya mafia hukum serta markus (makelar kasus), terbukti telah menjadi penyakit epidemi yang melahirkan keterbelakangan, ketidak adilan, dan kebodohan masyarakat. Namun, semua itu belum cukup merangsang penguasa negeri ini untuk marah, kemudian memberantas tuntas hingga ke akar-akarnya.
Bandingkan dengan tindakan represif kepolisian memberantas tindak pidana terorisme, jelas memperlihatkan kemarahan polisi (Densus 88) hingga mencapai ubun-ubun. Kulminasi kemarahan ini, justru menyebabkan sikap paranoid dan panik. Buktinya, untuk mengejar teroris dan membongkar jaringannya, polisi (Densus 88 antiteror) berani mengobok-obok lembaga pendidikan pesantren, mengawasi juru dakwah, dan mengintimidasi masyarakat publik.
Jika ‘kebijakan’ represif ini ditujukan untuk membasmi terorisme, guna melindungi rakyat dan menegakkan supremasi hukum, mungkin masih dapat ditolerir. Memberantas teroris kita dukung, tapi jangan salah kaprah dan overacting, dikhawatirkan upaya itu justru meresahkan masyarakat, menciptakan suasana antagonis, karena para pendakwah diposisikan sebagai orang yang dicurigai. Faktanya, kemarahan Densus 88 terhadap para teroris, identik dengan kemarahan terhadap dakwah Islam, juru dakwah, serta para mujahid penegak syari’at Islam.
Kriminalisasi Juru Dakwah
Dakwah Islam di Indonesia bagai pelita yang tak pernah padam. Ia melaju, dipandu dalam gerak estafeta generasi ke generasi sejak ratusan tahun silam. Adakalanya obor dakwah meredup, akibat kondisi internal yang melemah atau tekanan dari luar. Tapi selalu ada juru dakwah yang tampil menuangkan energi baru, sehingga obor dakwah terang kembali. Sumbu dakwah Islam tidak boleh kering dari sinar kebenaran, sekalipun rekayasa politik maupun fakta sosial menggerogoti eksistensinya.
Sedangkan para Da’i (juru dakwah) Islam merupakan urat nadi kehidupan sosial masyarakat; dan selamanya tidak pernah menjadi juru teror. Mereka senantiasa menawarkan perspektif humanistik dan ideologis, yang menyentuh peranan akhlak dan amar ma’rfu nahi munkar. Adakalanya mereka tampil di halayak umat sebagai tabib, yang dengan keramahannya bisa mengatasi frustasi dan depresi mental.
Disaat lain, seorang da’i juga aktif sebagai pengamat sosial dengan melancarkan kritik konstruktif untuk mereformasi masyarakat yang bobrok, jorok, dan bodoh menjadi masyarakat yang terhor
6 Responses
awal yang baik
Masalah utama yg membuat mereka bgt getol ‘memusuhi para Du’at’ adlh 1. krn mereka nggak paham Islam secara kaffah,2. males ikut pengajian yang sbenarnya, 3. lbh banyak ‘ngaji’ pada da’i yang belajar Islam di negara yang memusuhi Islam.
saya sependapat,bahwa “dakwah islam bukan publikasi teror” karena dakwah adalah bagian dari jihad dalam menegakkan islam di indonesia.
yang terjadi saat ini adalah penafsiran tentang materi dakwah itu sendiri,di terima sempit oleh masyarakat indonesia,karna kurangnya sumber daya manusia yg ada di indonesia.
oleh karna itu setidaknya kita mampu menilai setiap materi dakwah,agar kita tidak terjerumuas dalam lubang penyesatan,lebih bijak menyikapi keadaan global,dan memandang suatu permasalahan secara islami.
wassalam….
assalamu’alaikum
mudah2an apa yang saya lakukan ini mendapat perkenan dari pemilik web ini, telah saya copy paste makalah yang ada didalam web abah dengan tujuan agar pengunjung diblog saya pun dapat membaca isi makalah dari web abah, tanpa lupa dari setiap makalah yang saya terbitkan senantiasa saya lampirkan dari mana sumber makalah ini berasal. dan kalau memang abah tidak mengizinkan, akan saya hapus semua data yang telah saya copy paste dari web abah.
mohon dijawab melalui email saya.
syukron ‘ala kulli hal
wassalamu’alaikum…
syahda khaeradania
Silakan disebar-luaskan, insyaAllah bermanfa’at…
wahai para umat yg membenci para mujahid.engkau tidak akan mengerti tentang perjuangan para mujahid,sebelum engkau punya tiga hal:1.engkau harus yakin akan janji allah 2.engkau akan yakin betul dengan firman allah.3 engkau harus menghilangkan kerakusan terhadap dunia.kalau engkau suda memiliki yg tiga ini engkau akan mengerti hati para mujahid2 iti,milikilah tiga ini supaya kamu tidak membenci mereka.kalau kamu membenci merekaa berarti kamu membenci allah,maka tunggulah orang2 yg membenci allah,sunggu allah akan menurunkan azab,perdalam lah al Qur’an,wahai orang2 yg mengaku muslim.islam tidak cukup menjalan kan shlat dan puasa saja,yg paling penting engkau harus mentauhidkan nya