Esensi Iman, Hijrah & Jihad Fie Sabilillah; Strategi Dakwah Rasulullah shallalhu ‘alaihi wa sallam Menegakkan Islam

Ummat Islam setiap tahun pada tanggal 1 Muharram memperingati tahun baru hijriyah. Peringatan-peringatan seperti ini mengingatkan kita kembali tentang jatah hidup didunia ini berkurang meskipun secara matematik usia bertambah. Ada baiknya kita mengevaluasi atau muhasabah diri, sudah seberapa banyak amal yang telah kita persiapkan dan lakukan untuk bekal kehidupan kita di akhirat kelak. Apakah sudah kita mulai, atau belum sempat karena kesibukan dunia yang tidak pernah pernah selesai atau masih menunggu waktu menjaleng maut datang? Mari kita coba membuat perhitungan sebelum Allah sendiri nanti yang menghitungnya di Yaumul Hisab.

Allah Ta’ala berfirman:

“Wahai orang-orang mukmin, taatlah kepada Allah. Hendaklah setiap orang menyiapkan diri untuk kehidupan akhiratnya. Taatlah kepada Allah. Allah Maha Mengetahui apa saja yang kalian lakukan. Janganlah kalian mengikuti orang-orang yang melupakan kewajiban mereka kepada Allah. Sebab pada hari kiamat kelak, Allah akan jadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Orang-orang yang melupakan kewajiban mereka kepada Allah adalah orang-orang yang menyimpang dari agama Allah.” (QS. Al Hasyr, 59: 18-19)

Allah Ta’ala berfirman:

Wahai Muhammad, katakanlah: “Wahai hamba-hamba-Ku yang telah melakukan dosa-dosa besar, janganlah kalian putus asa dari rahmat Allah. Sungguh Allah mengampuni semua dosa hamba-Nya yang mau bertaubat. Sungguh Allah adalah Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang kepada semua makhluk-Nya.” Wahai hamba-hamba-Ku, bertaubatlah kalian kepada Tuhan kalian. Pasrahkanlah diri kalian kepada-Nya sebelum datangnya adzab kepada kalian. Kalian tidak akan menemukan orang yang dapat menolong kalian ketika adzab telah turun.” (QS. Az Zumar, 39: 53-54)

Allah Ta’ala berfirman:

“Orang-orang mukmin yang senantiasa memohon belas-kasih karena takut ditimpa adzab dari Tuhan mereka, yang selalu beriman kepada ayat-ayat Al-Qur’an, yang sedikit pun tidak menyekutukan Tuhan mereka dengan tuhan-tuhan yang lain, yang senantiasa mengeluarkan derma dari sebagian harta yang dikaruniakan kepada mereka, dan yang hatinya senantiasa takut kepada siksa Allah ketika kelak mereka kembali kepada Tuhan mereka, mereka itulah orang-orang yang berusaha keras untuk menaati Allah, dan mereka berlomba untuk beramal shalih.” (QS. Al Mukminun, 23: 57-61)

Ketika Rasulullah shallalhu ‘alaihi wa sallam membaca ayat diatas, aku (Aisyah RA) berkata:

أهم الذين يشربون الخمر ويزنون ويسرقون؟ فقال: “لا يا ابنة الصديق، ولكنهم الذين يصومون ويصلون، ويتصدقون، ويخافون ألا يتقبل منهم، أولئك يسارعون في الخيرات

“Ya Rasulullah, apakah mereka itu orang-orang yang meminum khamar, orang-orang yang berzina dan orang-orang yang mencuri ? Beliau berkata: “Tidak wahai anak orang benar (Abu Bakar As Siddiq). Akan tetapi mereka adalah orang-orang yang berpuasa, mengerjakan sholat, bershadaqah sedang mereka amat takut dan khawatir amal-amal mereka tidak diterima. Merekalah orang-orang yang bersegera didalam amal kebaikan.”” (HR At Tirmizi dan Ibn Majah)

قالَ رسولَ الله صلى الله عليه وسلم: “لا تزولُ قَدَمَا عبدٍ يومَ القيامةِ حتَّى يُسألَ عن أربعٍ عَن عُمُرِه فيما أفناهُ وعن جسدِهِ فيما أبلاهُ وعن عِلمِهِ ماذا عَمِلَ فيهِ وعن مالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وفيما أنفقَهُ “

Rasulullah shallalhu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak akan bergeser telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat kelak, sehingga ia dapat mempertanggung jawabkan empat hal: (1) tentang umur-nya, untuk apa dihabiskan, (2) tentang ilmunya, apa yang telah dia sumbangsihkan (dihasilkannya), (3) tentang hartanya, bagaimana ia memper-olehnya dan untuk apa saja ia pergunakan, dan (4) fisiknya (jasmaninya), dalam hal apa ia kurbankan.” (HR Imam Ibn Hibban danImam At Tirmizi)

Dan Umar bin Khattab رضي الله عنه berkata:

حاسبوا أنفسكم قبل أن تحاسبوا، وزنوها قبل أن توزنوا، فإن أهون عليكم في الحساب غداً أن تحاسبوا أنفسكم اليوم ، وتزينوا للعرض الأكبر، ﱡﭐ ﲁ ﲂ ﲃ ﲄ ﲅ ﲆ ﲇ ﱠ

“Hitunglah dirimu sendiri sebelum kamu dihitung oleh Allah. Timbanglah diri kamu sebelum kamu ditimbang kerana sesungguhnya perhitungan dirimu akan lebih ringan pada hari esok apabila kamu sudah menghitung dirimu pada hari ini. hendaklah kamu berhias diri untuk menghadapi festival yang paling besar.” Allah berfirman: ”Pada hari itu kamu akan dihadapkan (kepada Tuhanmu), tiada sesuatu pun dari keadaanmu yang tersembunyi (bagi Allah).” (QS. al-Haqqah: 18)

Umar berwasiat kepada Ahnaf bin Qais:

“Wahai Ahnaf, sesiapa banyak ketawa, maka wibawanya akan berkurang. Sesiapa banyak bercanda, dia akan diremehkan orang. Sesiapa yang lebih banyak padanya sesuatu, dia akan dikenal dengan sesuatu itu. Sesiapa yang banyak bicara, kesalahannya akan semakin banyak. Sesiapa yang banyak salah, rasa malunya akan semakin kurang. Sesiapa yang kurang rasa malunya, berkuranglah kesedarannya. sesiapa yang berkurang kesedarannya, matilah hatinya.”

Umar berwasiat kepada seorang lelaki :

“Janganlah kamu berbicara kecuali tentang hal-hal bermanfaat bagimu. Berhati-hatilah terhadap temanmu kecuali yang jujur daripada mereka. Orang yang jujur tidak akan ada kecuali dari orang-orang yang takut kepada Allah subhanahu wa ta’ala.”

“Janganlah kamu berjalan dengan orang yang suika berbuat maksiat, kerana dia akan mengajarkan kepadamu kemaksiatannya. Jangan pula kamu beritahu rahsiamu kepadanya dan janganlah engkau berbincangkan masalah-masalah kamu hadapi kecuali dengan orang yang takut (Taqwa) kepada Allah subhanahu wa ta’ala.”

Selanjutnya mari kita tadabbur firman Allah subhanahu wa ta’ala tentang esensi Iman, Hijrah dan Jihad.

“Orang-orang yang beriman, berhijrah dan berjihad untuk membela Islam adalah orang-orang yang mengharapkan ampunan dan pahala dari Allah. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang kepada semua makhluk-Nya. (QS. Al Baqarah, 2: 218)

Ayat ini menjelaskan tiga perkara penting dalam strategi dakwah Rasullullah shallalhu ‘alaihi wa sallam yaitu perkara: Imam, Hijrah dan Jihad. Ketiga perkara ini sangat berkaitan, tidak boleh dipisahkan salah satunya, jika salah satu hilang maka hilang pulalah kesempurnaannya.

Dapat pula difahami dari padanya bahwa karakter iman yang yang benar akan membuahkan amalan hijrah, jihad, dan motivasi hidupnya hanyalah mengharap rahmat Allah subhanahu wata’ala. Karena itu orang yang mengharap rahmat Allah adalah yang orang benar-benar beriman, berhijrah dan berjihad dijalan Allah untuk membela dan memperjuangkan tegaknya Islam dibumi ini.

Esensi Iman

Iman secara bahasa, berarti at-tashdîq (membenarkan), sedang secara syar’i, berarti at-tashdîq al-jâzim al-muthâbiq li al-wâqi’ ‘an dalîl (pembenaran yang pasti, sesuai dengan kenyataan, bersumber dari dalil). Perkataan âmanû dalam ayat ini tergolong al-fi’l al-muta’addî (kata kerja yang membutuhkan mafûl bih atau obyek).

Ketika obyeknya tidak disebutkan, maka dapat dipahami bahwa keimanan mereka bersifat mutlak. Perkara yang mereka imani meliputi semua perkara akidah yang wajib diimani. Jika ada sebagian perkara akidah yang diingkari, mereka tidak lagi disebut sebagai al-ladzîna âmanû (orang-orang yang beriman).

Allah berfirman:

“Ada orang-orang yang kafir kepada Allah dan kepada para rasul-Nya, dan ada orang-orang yang memisahkan antara keimanan kepada Allah dengan keimanan kepada para rasul-Nya dengan berkata: “Kami beriman kepada sebagian nabi, tetapi kami kafir kepada sebagian nabi lainnya.” Orang-orang yang memisahkan antara keimanan kepada Allah dengan keimanan kepada para rasul-Nya, sebenarnya karena mereka ingin beriman kepada beberapa nabi yang mereka cintai tetapi kafir kepada beberapa nabi yang mereka benci. Orang-orang yang beriman kepada sebagian nabi, tetapi kafir kepada sebagian nabi lainnya, mereka adalah orang-orang kafir sejati. Di akhirat kelak Kami siapkan bagi orang-orang kafir itu siksa yang amat menghinakan martabat mereka.” (QS an-Nisa’, 4: 150-151)

Oleh sebab itu, dalam diatas ditegaskan, orang-orang yang menyatakan beriman terhadap sebagian dan ingkar terhadap sebagian lainnya adalah orang-orang kafir yang sebenar-benarnya (al-kâfirûna haqq[an]).

Esensi Iman (aqidah) merupakan perkara mendasar dan terpenting dalam hidup ini. Ia menjadi penentu status seseorang, apakah Mukmin atau kafir. Status tersebut akan menentukan nasibnya di dunia dan akhirat. Orang kafir disebut sebagai seburuk-buruknya makhluk (QS al-Bayyinah [98]: 6).

Bahkan seburuk-buruknya binatang.

Sungguh makhluk melata yang paling buruk di sisi Allah adalah orang-orang kafir karena mereka tidak mau beriman. (QS al-Anfal, 8: 55)

Seluruh amalnya terhapus dan sia-sia Neraka ditetapkan sebagai tempat kembalinya,

Orang-orang kafir dari kaum Yahudi, kaum Nasrani, dan kaum musyrik benar-benar akan masuk neraka Jahanam. Mereka kekal di dalamnya. Mereka adalah manusia yang paling jahat.” (QS. al-Bayyinah, 98: 6)

Sebaliknya, orang yang beriman dan beramal shalih merupakan sebaik-baiknya makhluk,

“Adapun orang-orang yang beriman dan beramal shalih adalah manusia yang paling baik.“ (QS. al-Bayyinah, 98: 7)

Mereka diberi balasan surga yang penuh dengan aneka kenikmatan,

“Mereka mendapat pahala surga-surga ‘Adn dari Tuhan mereka. Di bawah surga mengalir sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya untuk selama-lamanya. Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha menerima pahala dari Allah. Surga itulah pahala bagi orang-orang yang takut siksa Tuhan mereka.” (QS. al-Bayyinah, 98: 8)

Dan tidak ada nilai hijrah dan jihad tanpa iman, disinilah esensi iman yang terbesar dan teringgi. Renungkan hadits berikut.

Rasulullah shallalhu ‘alaihi wasallam bersabda:

المؤمن من أَمِنَه الناس على أموالهم وأنفسهم, والمهاجر من هجر الخطايا والذنوب

Seorang Mukmin ialah orang yang manusia lain merasa aman terhadapnya dari harta dan diri mereka, sedangkan seorang Muhajir adalah orang meninggalkan kesalahan dan dosa-dosa.” (HR Ibn Hiban dalam shahihnya dan Ibn Majah no. 3934)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ أَيُّ الْعَمَلِ أَفْضَلُ فَقَالَ إِيمَانٌ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ قِيلَ ثُمَّ مَاذَا قَالَ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قِيلَ ثُمَّ مَاذَا قَالَ حَجٌّ مَبْرُورٌ

Abu Hurairah Radhiallahu anhu berkata, Rasulullah shallalhu ‘alaihi wa sallam ditanya amal apakah yang paling utama? Beliau menjawab: “Iman kepada Allah dan Rasul-Nya.” Kemudian orang itu bertanya lagi kemudian apa? Beliau menjawab: “Berjihad dijalan Allah.” Orang itu bertanya lagi kemudian apa? Beliau menjawab: “hajji yang mabrur.” (HR Al Bukhari)

Esensi Hijrah

Perkataan ”Hijrah” berasal dari bahasa ”Arab hajara (هجر) yang artinya, ”Meninggalkan suatu perbuatan” atau ”Menjauhkan diri dari pergaulan” atau ”Berpindah dari suatu tempat ke tempat yang lain.” Adapun artinya menurut syari’at’ hijrah itu adalah tiga macamnya.

Pertama. Hijrah dari (meninggalkan) semua perbuatan yang terlarang oleh Allah. Hijrah ini adalah wajib dikerjakan oleh tiap-tiap orang yang telah mengaku beragama Islam. Nabi Muhammad telah bersabda, dari Abdullah bin Amru berkata, Rasulullah shallalhu ‘alaihi wasallam bersabda:

الْمُسْلِمُ مَنْ سَلَمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ وَالْمُهَاجِرُ مِنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ

“Orang Islam ialah orang yang orang-orang Islam lainnya selamat dari kejahatan lidah dan tangannya sedang orang yang berhijrah itu ialah orang yang meninggalkan segala apa yang Allah telah melarang daripadanya. (HR Imam Bukhari dan lainnya)

Jadi, barangsiapa dari orang-orang Islam, telah meninggalkan semua perbuatan yang dilarang Allah, maka ia termasuk daripada orang yang mengerjakan hijrah yang pertama.

Kedua, hijrah (mengasingkan) diri dari pergaulan orang-orang musyrik atau orang-orang kafir yang menfitnahkan yang telah memeluk Islam. Maka Hijrah ini adalah wajib juga dikerjakan oleh tiap-tiap orang Islam.

Jadi seorang islam yang tidak dapat mengerjakan perintah-perintah Islam dan menjauhi larangan-larangan Islam di suatu kampung, kota, daerah atau negeri, disebabkan oleh adanya fitnah yang diperbuat oleh orang-orang kafir atau orang-orang musyrik, maka wajib ia mengasingkan diri ke kampung, kota, daerah atau negeri lainnya, yang kiranya dapat dipergunakan untuk mengerjakan perintah-perintah Islam dan menjauhi larangan-larangannya.

Dizaman Nabi Muhammad shallalhu ‘alaihi wasallam hijrah ini pernah dikerjakan oleh kaum Muslimin, yakni hijrah sebagian kaum Muslimin diwaktu itu ke negeri Habsyi (Abbessinia) sampai terjadi dua kali.

Ketiga, hijrah (berpindah) dari negeri atau daerah orang-orang kafir atau musyrik ke negeri atau daerah orang-orang Muslimin, seperti hijrah Nabi Muhammad shallalhu ‘alaihi wasallam dan kaum Muslimin dari Mekah ke Madinah.

Hijrah inipun wajib pula dikerjakan oleh tiap-tiap orang Islam. Yaitu: orang-orang Islam yang berdiam atau tinggal di negeri atau daerah orang-orang kafir atau musyrik, padahal ia tidak kuasa membongkar atau memusnahkan keadaan-keadaan dan perbuatan-perbuatan mereka yang nyata-nyata terlarang oleh Allah, maka kaum Myslimin wajib berpindah (berhijrah) ke negeri atau daerah lain yang kiranya dapat jauh daripada keadaan-keadaan dan perbuatan-perbuatan yang terkutuk oleh Allah itu.

Menurut al-Qurthubi dan asy-Syaukani, al-hijrah bermakna al-intiqâl min mawdhû’[in] ilâ mawdhû’[in], wa taraka al-awwal li îtsâr ats-tsânî (berpindah dari suatu keadaan ke keadaan lain dan meninggalkan yang pertama karena mengutamakan yang kedua).

Ibnu Manzhur juga menyatakan bahwa hijrah berarti al-khurûj min ardh ilâ ardh (keluar dari suatu negeri ke negeri lainnya)

Adapun secara syar’ihijrah berarti al-khurûj min dâr al-kufr ilâ dâr al-Islâm (keluar dari negara kufur ke Negara Islam.

Diantara dalil-dalil nya ialah:

عَنْ مُجَاشِعِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ جَاءَ مُجَاشِعٌ بِأَخِيهِ مُجَالِدِ بْنِ مَسْعُودٍ إِلَى النَّبِيّ ِصَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ هَذَا مُجَالِدٌ يُبَايِعُكَ عَلَى الْهِجْرَةِ فَقَالَ لَا هِجْرَةَ بَعْدَ فَتْحِ مَكَّةَ وَلَكِنْ أُبَايِعُهُ عَلَى الْإِسْلَامِ

Mujaasi’ bin Mas’ud berkata: Telah datang Mujasi’ dan saudaranya Mujalid bin Mas’ud kepada Nabi shallalhu ‘alaihi wa sallam lalu berkata: Ini Mujahid datang kepadamu berbai’at untuk hijrah. Rasulullah shallalhu ‘alaihi wa sallam bersabda: Tidak ada hijrah sesudah futuh Makkah, akan tetapi aku berbai’at atas Islam. (HR Bukhari)

Dalam riwayat lain, disebutkan:

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ فَتْحِ مَكَّةَ لَا هِجْرَةَ وَلَكِنْ جِهَادٌ وَنِيَّةٌ وَإِذَا اسْتُنْفِرْتُمْ فَانْفِرُوا

Ibn Abbas berkata Nabi shallalhu ‘alaihi wa sallam bersabda pada hari Futuh Makkah “Tidak ada hijrah, akan tetapi jihad dan niat, maka apabila kalian diperintah berangkat maka berangkatlah.” (HR al-Bukhari dari Mujalid bin Mas’ud)

Sebelum ditaklukkan, Makkah merupakan dâr al-kufr. Saat itu, perpindahan dari Makkah ke Madinah disebut sebagai hijrah. Namun ketika sudah ditaklukkan, Makkah berubah statusnya menjadi bagian dari dâr al-Islâm. Hadis ini menjelaskan, sesudah penaklukan, perpindahan dari Makkah ke Madinah tidak lagi dianggap sebagai hijrah. Ketentuan ini tidak hanya berlaku bagi Makkah, namun juga bagi semua negeri yang telah ditaklukkan oleh Daulah Islam,sebagaimanaq hadits diatas.

Dari penjelasan diatas kita mendapat info bahwa hijrah itu karena iman, diteruskan membina persaudaraan antara Anshar dan Muhajirin, kemudian berjihad untuk meraih kemenangan dengan pertolongan Allah subhanahu wa ta’ala.

Firman Allah subhanahu wa ta’ala:

“Kaum yang menjadi penduduk kota Madinah dan telah beriman sebelum kehadiran kaum Muhajirin di Madinah, mereka mencintai kaum Muhajirin yang datang ke tempat mereka. Hati mereka tidak sedikit pun berharap untuk mendapatkan balasan dari pengorbanan yang telah mereka lakukan. Kaum Anshar telah mengenyampingkan kepentingan diri mereka sendiri, sekalipun mereka sangat membutuhkannya. Siapa saja yang membersihkan dirinya dari sifat-sifat kikir, mereka itulah orang-orang yang beruntung di akhirat.” (QS. Al Hasyr, 59: 9)

Esensi Jihad

Makna jihad menurut bahasa, sebagaimana disebutkan dalam Majma’ al Anhar fi Syarh Multaqa Al Ab-har:

الْجِهَادُ فِي اللُّغَةِ بَذْلُ مَا فِي الْوُسْعِ مِنْ الْقَوْلِ ، وَالْفِعْلِ .

“Secara bahasa, jihad bermakna pengerahan segenap potensi dengan ucapan dan perbuatan.”

Sedang secara istilah (terminologis), menurut Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah:

يقال: جاهد يجاهد جهادا ومجاهدة، إذا استفرغ وسعه، وبذل طاقته، وتحمل المشاق في مقاتلة العدو ومدافعته، وهوما يعبر عنه بالحرب في العرف الحديث، والحرب هي القتال المسلح بين دولتين فأكثر

Dikatakan: JaahadaYujaahiduJihaadanMujaahadatan, artinya mengkhususkan waktu dan upaya, serta mengorbankan segenap tenaga serta menanggung segenap kesulitan dalam memerangi musuh dan melawan mereka, yang demikian ini diistilahkan dengan Al Harb (perang) menurut definisi saat ini, dan Al Harb adalah peperangan bersenjata antara dua negara atau lebih.

Penulis Majma’ Al Anhar (fiqih bermazhab Hanafi) mengatakan:

وَفِي الشَّرِيعَةِ قَتْلُ الْكُفَّارِ وَنَحْوُهُ مِنْ ضَرْبِهِمْ وَنَهْبِ أَمْوَالِهِمْ وَهَدْمِ مَعَابِدِهِمْ وَكَسْرِ أَصْنَامِهِمْ وَغَيْرِهِمْ

“Makna menurut syariah adalah memerangi orang kafir dan sebangsanya dengan memukulnya, mengambil hartanya, menghancurkan tempat ibadahnya, dan memusnahkan berhala-berhala mereka, dan selain mereka. “

Dalam Hasyiah Al Jumal (fiqih bermazhab Syafi’i) disebutkan:

وَهُوَ فِي الِاصْطِلَاحِ قِتَالُ الْكُفَّارِ لِنُصْرَةِ الْإِسْلَامِ وَيُطْلَقُ أَيْضًا عَلَى جِهَادِ النَّفْسِ وَالشَّيْطَانِ

“Dan makna jihad secara istilah adalah memerangi orang kafir demi membela Islam, dan juga secara mutlak bermakna jihad melawan hawa nafsu dan syetan.”

Berikut adalah hadits-hadits Rasulullah shallalhu ‘alaihi wa sallam tentang definisi Mujahid.

عن فَضَالة بن عبيد رضي الله عنه يَقُولُ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، يَقُولُ : ” ” المجاهد من جاهد نفسه في ذات الله”

Dari Fadholah RA berkata aku mendengar Rasulullah shallalhu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Mujahid adalah orang yang berjihad dengan jiwanya karena Allah semata.” (HR Imam Ahmad dan Tirmizi dalam bab keutamaan-keutamaan jihad no. 1621)

Fadholah bin Abidillah RA. menerangkan, bahwa Rasulullah shallalhu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ألا أخبركم بالمؤمن؟ من أمنه الناس على أموالهم وأنفسهم، والمسلم من سلم الناس من لسانه ويده، والمجاهد من جاهد نفسه في طاعة الله، والمهاجر من هجر الخطايا والذنوب

“Maukah kamu aku beritahukan siapakah orang mukmin itu? Seorang Mukmin ialah Orang yang manusia lain merasa aman terhadapnya dari harta dan diri mereka. Dan seorang Muslim itu ialah orang yang Muslim lainnya selamat dari kejahatan lidah dan tangannya, seorang Mujahid adalah seorang yang berjihad dengan dirinya dalam rangka taat kepada Allah Ta’ala, dan seorang Muhajir adalah oaring yang meninggalkan kesalahan dan dosa-dosa.” (HR Ahmad dan Hakim dan menshahihkannya)

Demikianlah makna jihad yang dipaparkan para ulama Islam, yang semuanya selalu mengatakan ‘memerangi orang kafir’, setelah itu melawan nafsu, syetan dan kejahatan. Dalam kehidupan ilmiah, definisi memang selalu ada dua, yakni makna bahasa dan makna istilah. Namun, dalam praktek kehidupan sehari-hari, bahwa semua definisi dalam pembahasan apa pun lebih mengutamakan makna terminologis (istilah) dibanding makna etimologis (bahasa).

Ibnu Jarir ath-Thabari pun memaknai kata jâhadû dengan qâtalû wa hârabû (mereka berperang). Dipaparkan ath-Thabari, kata sabîlil-Lâh berarti tharîqatihi wa dînihi.

Al-Khazin dan as-Samarqandi memaknai fî sabîlil-Lâh dengan fî thâ’atil-Lâh (dalam ketaatan kepada Allah) yang tak terbatas kepada hamba-Nya.

Kesimpulan

Siapa saja yang mengamalkan tiga perkara itu bisa mengharapkan rahmat-Nya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:ulâika yarjûna rahmatal-Lâh (mereka itu mengharapkan rahmat Allah). Menurut az-Zuhaili, yang dimaksud dengan rahmatal-Lâh adalah tsawâbahu (pahala-Nya).

Adapun kata yarjûna mengandung pujian terhadap mereka. Sebab, tidak seorang pun di dunia yang mengetahui bahwa dia akan kembali ke surga meskipun sudah melakukan ketaatan paling puncak.

Menurut al-Qurthubi dan az-Zuhaili, hal itu disebabkan karena dua alasan. Pertama: dia tidak mengetahui bagaimana akhir kehidupannya. Kedua: agar dia tidak bersandar pada amalnya semata.

Dijelaskan oleh al-Qurthubi, ar-rajâ’ (harapan) harus senantiasa diiringi dengan al-khawf (takut), sebagaimana al-khawf juga harus disertai dengan ar-rajâ’. Lebih dari itu, sebagaimana dinyatakan asy-Syaukani, kadangkala kata ar-rajâ’ juga bermaknaal-khawf, seperti dalam QS Nuh [71]: 13. Kata lâ tarjûna dalam ayat tersebut bermakna lâ takhâfûna (mereka tidak takut) akan kebesaran Allah.18

Ayat ini kemudian diakhiri dengan firman-Nya: Wal-Lâh Ghafûr[un] Rahîm[un] (Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang). Allah Ghafûr, mengampuni dosa-dosa dan kesalahan hamba-Nya apabila mereka mati dalam keadaan iman. Allah Rahîm, memberikan rahmat-Nya

Iman, hijrah dan jihad merupakan tanda kebahagiaan, awalnya iman, dilanjutkan dengan hijrah kemudian jihad. Hal ini menunjukkan peningkatan yang besar pada diri seseorang. Ketiganya merupakan amal shalih yang sangat utama, oleh karena itu keburukan yang terjadi pada diri orangnya masih bisa dikalahkan oleh ketiga amalan ini.

Adapun iman, maka kita tidak perlu menanyakan lagi tentang keutamaannya, bukankah ia merupakan pemisah antara orang-orang yang bahagia dengan orang-orang yang celaka. Dengan iman, amal baik seorang hamba akan diterima. Adapun hijrah, seseorang rela meninggalkan apa saja yang dicintainya karena mengharap ridha Allah, ia rela meninggalkan tanah air, harta, keluarga dan kawan-kawannya karena hendak mendekatkan diri kepada Allah dan membela agama-Nya.

Sedangkan jihad, seseorang mengerahkan segala kemampuannya untuk memerangi musuh, berusaha sekuat tenaga untuk menegakkan agama Allah dan menghancurkan agama setan. Jihad merupakan puncak amalan, balasan untuknya adalah balasan yang paling baik. Ia merupakan sebab utama memperluas wilayah Islam, merendahkan para penyembah patung dan dapat mengamankan kaum muslimin baik diri, harta maupun keluarga mereka dan tanah airnya.

Dalam ayat ini terdapat dalil bahwa sikap raja’ (berharap) tidaklah dilakukan kecuali setelah mengerjakan sebab-sebab memperoleh keberuntungan. Adapun rajaa’ yang diiringi sikap malas dan tidak mengerjakan sebab, maka hal ini merupakan kelemahan dan ghurur (tipuan). Hal itu menunjukkan lemahnya semangat yang ada pada diri sesesorang dan lemah akalnya. Tidak ada bedanya dengan orang orang yang ingin punya anak, tetapi tidak menikah atau menginginkan hasil dari tanahnya, namun tanahnya tidak ditaburi benih dan tidak disirami.

Pada kata-kata ” mereka itulah yang mengharapkan rahmat Allah” terdapat isyarat bahwa jika seorang hamba mengerjakan amalan apa pun bentuknya, jangan sampai bersandar dan bergantung kepada amalan itu, bahkan hendaknya ia mengharapkan rahmat Robbnya, ia mengharap agar amalnya diterima, diampuni dosa-dosanya dan aib-aibnya ditutupi.

Fadhilah Iman, Hijrah dan Jihad

Fadhilah dan keistimewaan Iman, hijrah dan jihad sangat banyak sekali, jika diprinci dalam makalah ringkas ini sudah pasti akan menjadikannya lebih tebal. Maka dibatasi secara ringkas sekadar yang perlu.

A.   Sebagian dari Firman Allah Ta’ala

  1. Allah subhanahu wa ta’ala akan mmemberikan rahmat, ampunan dan sorga kepada orang yang beriman, berhijrah dan berjihad dijalan Allah. Firman Allah Ta’ala:

“Orang-orang yang beriman, berhijrah dan berjihad untuk membela Islam adalah orang-orang yang mengharapkan ampunan dan pahala dari Allah. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang kepada semua makhluk-Nya. (QS. Al Baqarah, 2: 218)

“Orang-orang mukmin yang tinggal di rumah tidak mau ikut berperang, padahal tidak ada halangan baginya, ia tidak sama martabatnya dengan orang-orang mukmin yang berjihad untuk membela Islam dengan harta dan jiwa mereka. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya satu derajat daripada orang-orang yang tetap tinggal di rumah. Masing-masing telah Allah berikan janji pahala di akhirat. Allah lebihkan orang-orang yang berjihad dengan pahala yang sangat besar daripada orang-orang yang tetap tinggal di rumah.

Di surga, Allah lebihkan orang-orang yang berjihad beberapa derajat. Allah juga berikan pengampunan dan rahmat kepada mereka. Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang kepada orang mukmin yang tetap tinggal di rumah.

Ketika orang-orang yang tidak mau berhijrah ke Madinah menghadapi sakaratul maut, mereka didatangi para malaikat. Para malaikat bertanya kepada orang-orang itu: “Mengapa kalian tidak mau berhijrah?” Mereka menjawab: “Kami dahulu adalah orang-orang yang tertindas di negeri Makkah.” Para malaikat berkata: “Bukankah bumi Allah sangat luas, sehingga kalian dapat berhijrah ke tempat itu?” Tempat tinggal mereka di akhirat adalah Jahanam, tempat tinggal yang sangat buruk.

Adapun kaum mukmin laki-laki, kaum mukmin perempuan dan anak-anak yang lemah, sehingga mereka tidak mampu dan tidak mengetahui jalan untuk pergi berhijrah, mudah-mudahan mereka itu diampuni oleh Allah. Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun kepada para hamba-Nya yang tertindas.

Siapa pun yang berhijrah di jalan Allah, niscaya ia akan mendapatkan peluang yang sangat besar dan rezeki yang sangat banyak di muka bumi ini. Siapa pun yang keluar dari rumahnya untuk berhijrah di jalan Allah dan Rasul-Nya lalu ia mati dalam perjalanan hijrah, maka pasti Allah akan memberikan pahala kepadanya. Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang kepada para hamba-Nya yang berhijrah.” (QS. An Nisa’, 4: 95-100)

  1. Allah subhanahu wa ta’ala akan memberikan derajat yang lebih tinggi di sorga berbanding orang yang tidak berhijrah dan berjihad dijalan Allah. Firman Allah Ta’ala:

“Orang-orang yang beriman, berhijrah, dan berjihad guna membela Islam dengan harta dan jiwa mereka, di sisi Allah mereka mendapatkan derajat yang lebih tinggi daripada orang-orang yang tidak berhijrah dan berjihad. Mereka itulah orang-orang yang selamat dari siksa neraka. Tuhan mereka menggembirakan mereka dengan rahmat dan keridhaan-Nya serta menyediakan surga-surga bagi mereka. Di surga ada kenikmatan yang abadi. Penghuni surga itu kekal di dalamnya untuk selamanya. Sesungguhnya Allah memiliki pahala yang sangat besar bagi penghuni surga.” (QS. At Taubah, 9: 20-22)

  1. Allah subhanahu wa ta’ala akan membeli jiwa dan harta mereka yang berhijrah dan berjihad. Allah tidak pernah menawarkan jual beli seperti ini kepada selain mereka. Firman Allah Ta’ala:

“Sungguh Allah membeli jiwa dan harta orang-orang mukmin dengan pahala surga. Mereka telah berperang guna membela Islam, lalu mereka membunuh atau dibunuh. Janji pahala surga ini termaktub dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur’an. Wahai kaum mukmin, siapa saja di antara kalian yang memenuhi janjinya kepada Allah, bergembiralah kalian dengan bai’at yang telah kalian lakukan dalam perjanjian itu. Demikian itu adalah keberuntungan yang amat besar bagi para syuhada.” (QS. At Taubah, 9: 111)

  1. Allah subhanahu wa ta’ala berjanji benar-benar akan menolong dan memenangkan mereka dengan kemenangan yang sangat dekat.

“Allah benar-benar membela orang-orang yang beriman. Allah tidak menyukai orang-orang yang menentang syari’at-Nya dan mengingkari nikmat-Nya. Orang-orang mukmin yang diperangi diperbolehkan memerangi musuh mereka yang telah berlaku zhalim. Sungguh Allah sangat berkuasa untuk menolong orang-orang mukmin yang diperangi.

Orang-orang mukmin yang diperangi yaitu mereka yang diusir dari negeri mereka tanpa alasan yang benar. Mereka diusir hanya karena mengucapkan: “Tuhan kami adalah Allah.” Sekiranya Allah tidak membuat syari’at yang mencegah manusia saling berbuat zhalim, niscaya biara-biara, pagoda-pagoda, gereja-gereja dan masjid-masjid akan hancur berantakan karena kezhaliman manusia. Padahal tempat-tempat ibadah itu dipergunakan orang untuk menyebut nama Allah. Sungguh Allah pasti menolong siapa saja yang membela agama-Nya. Sungguh Allah Mahakuat lagi Mahaperkasa menghancurkan kezhaliman.

Orang-orang mukmin adalah orang-orang yang ketika Kami beri kekuasaan di muka bumi, mereka melaksanakan shalat, membayar zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah kemungkaran. Di akhirat kelak, hanya Allah lah pemberi balasan atas semua amal manusia.” (QS. Al Hajj, 22: 38-41)

  1. Allah subhanahu wa ta’ala mengabarkan, siapa saja yang beriman dan berjihad akan dijaukan dari siksa api neraka,diampunkan dosa-dosanya,,dimasukkan kedalam sorga,dan dijanjikan kemenangan yang dekat.

“Wahai orang-orang yang beriman, maukah Aku tunjukkan kepada kalian perdagangan yang menyelamatkan kalian dari adzab yang pedih di akhirat? Perdagangan itu adalah kalian beriman kepada Allah, beriman kepada Rasul-Nya dan kalian berjihad untuk membela Islam dengan harta kalian dan jiwa kalian. Keimanan dan jihad itu adalah lebih baik bagi kalian, jika kalian benar-benar menyadari beratnya adzab akhirat. Allah akan mengampuni semua dosa kalian. Allah memasukkan kalian ke dalam surga-surga. Surga-surga itu di bawahnya mengalir sungai-sungai. Allah memasukkan kalian ke tempat tinggal yang indah dalam surga ‘Adn. Itu semua adalah kemenangan yang besar. Hal lain yang kalian inginkan adalah pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat. Wahai Muhammad, berilah kabar gembira kepada orang-orang mukmin.” (QS. As Shaaf, 61: 10-13)

B.    Sebagian dari Sabda Rasulullah shallalhu ‘alaihi wa sallam:

  1. Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada Muadz bin Jabal radiallahu ‘anhu

أَلاَ أُخْبِرُكَ بِرَأْسِ الأَمْرِ كُلِّهِ وَعَمُودِهِ وَذِرْوَةِ سَنَامِهِ ؟ قُلْتُ : بَلَى يَا رَسُولَ الله . قَالَ : رَأْسُ الأَمْرِ الإِسْلاَمُ، وَعَمُودُهُ الصَّلاَةُ ، وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الجِهَادُ .

“Maukah aku kabarkan kepadamu kepala segala urusan, tiangnya dan puncak ketinggiannya?” Saya (Muadz) berkata: “Tentu saja ya Rasulullah!” Jawab Rasulullah: “Kepala urusan adalah Islam, tiangnya adalah solat dan puncak ketinggiannya adalah Jihad.” [1]

Dalam sebuah hadis yang lain diriwayatkan bahwa Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

رَأْسُ هَذَا الأَمْرِ الإِسْلاَمُ، وَمَنْ أَسْلَمَ سَلِمَ، وَعَمُودُهُ الصَّلاَةُ، وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ اْلجِهَادُ، لاَ يَنَالُهُ إِلاَّ أَفْضَلُهُمْ.

“Kepala urusan ini adalah Islam dan siapa yang memeluk Islam maka dia akan selamat, tiangnya adalah solat, dan puncaknya ketinggiannya adalah Jihad, tidak akan mencapainya kecuali yang paling utama di antara mereka.”[2]

Kedua hadis di atas jelas menerangkan puncak ketinggian Jihad dalam Islam. Ia juga adalah satu amalan yang menjanjikan kemuliaan kepada hamba yang mengamalkannya. Dengan Jihad Islam dan umatnya akan menjadi tinggi dan mulia di hadapan seluruh umat yang lain di bumi ini sedangkan tanpa Jihad Islam dan umatnya akan menjadi hina lagi diperlekehkan.

  1. Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

انْتَدَبَ اللهُ لِمَنْ خَرَجَ فِي سَبِيلِهِ لاَ يُخْرِجُهُ إِلاَّ إِيمَانٌ بِي وَتَصْدِيقٌ بِرُسُلِي أَنْ أُرْجِعَهُ بِمَا نَالَ مِنْ أَجْرٍ أَوْ غَنِيمَةٍ أَوْ أُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ وَلَوْ لاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي مَا قَعَدْتُ خَلْفَ سَرِيَّةٍ وَلَوَدِدْتُ أَنِّي أُقْتَلُ فِي سَبِيلِ اللهِ ثُمَّ أُحْيَا ثُمَّ أُقْتَلُ ثُمَّ أُحْيَا ثُمَّ أُقْتَلُ.

“Allah menjamin bagi orang yang keluar di jalan Allah (fi sabilillah), (di mana) tidak dia keluar melainkan karena iman kepada-Nya dan membenarkan Rasul-Nya, bahwasanya Dia akan mengembalikannya (kepada orang yang keluar di jalan Allah) dengan apa yang layak untuknya dari pahala atau harta rampasan perang atau Dia memasukkannya ke dalam Surga. Jika tidak memberatkan umat aku niscaya aku tidak akan ketinggalan menyertai ekspedisi perang. Sesungguhnya aku menginginkan terbunuh di jalan Allah lalu dihidupkan semula kemudian terbunuh dan dihidupkan lagi lalu terbunuh lagi.” (Sahih al-Bukhari – no: 36 Kitab al-Iman, Bab Jihad adalah sebahagian daripada Iman).

Di satu ketika sedang Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam dan umat Islam bersiap sedia menghadapi peperangan, datang seorang lelaki berpakaian baju dan topi besi kepada Rasulullah lalu bertanya: “Ya Rasulullah! Adakah aku berperang dahulu atau masuk Islam?” Rasulullah menjawab: “Islamlah dahulu, kemudian berperang.” Maka lelaki itu masuk Islam dan turun ke medan perang sehingga terbunuh. Melihat yang demikian itu Rasulullah bersabda:

عَمِلَ قَلِيلاً وَأُجِرَ كَثِيرًا.

“Amalnya sedikit tetapi ganjarannya banyak sekali.” (Sahih al-Bukhari – no: 2808 (Kitab al-Jihad dan al-Siyar, Bab Amal saleh kemudian berperang).

  1. Diriwayatkan bahwa ‘Umar al-Khattab radiallahu ‘anhu berkata, aku mendengar dari Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam:

الشُّهَدَاءُ أَرْبَعَةٌ رَجُلٌ مُؤْمِنٌ جَيِّدُ الإِيمَانِ لَقِيَ الْعَدُوَّ فَصَدَقَ اللهَ حَتَّى قُتِلَ فَذَلِكَ الَّذِي يَرْفَعُ النَّاسُ إِلَيْهِ أَعْيُنَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ هَكَذَا وَرَفَعَ رَأْسَهُ حَتَّى وَقَعَتْ قَلَنْسُوَتُهُ قَالَ فَمَا أَدْرِي أَقَلَنْسُوَةَ عُمَرَ أَرَادَ أَمْ قَلَنْسُوَةَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَرَجُلٌ مُؤْمِنٌ جَيِّدُ الإِيمَانِ لَقِيَ الْعَدُوَّ فَكَأَنَّمَا ضُرِبَ جِلْدُهُ بِشَوْكِ طَلْحٍ مِنْ الْجُبْنِ أَتَاهُ سَهْمٌ غَرْبٌ فَقَتَلَهُ فَهُوَ فِي الدَّرَجَةِ الثَّانِيَةِ وَرَجُلٌ مُؤْمِنٌ خَلَطَ عَمَلاً صَالِحًا وَآخَرَ سَيِّئًا لَقِيَ الْعَدُوَّ فَصَدَقَ اللهَ حَتَّى قُتِلَ فَذَلِكَ فِي الدَّرَجَةِ الثَّالِثَةِ وَرَجُلٌ مُؤْمِنٌ أَسْرَفَ عَلَى نَفْسِهِ لَقِيَ الْعَدُوَّ فَصَدَقَ اللهَ حَتَّى قُتِلَ فَذَلِكَ فِي الدَّرَجَةِ الرَّابِعَةِ.

“Para syuhada’ memiliki 4 derajat:

  • Orang mukmin yang baik imannya, bertemu musuh, membenarkan Allah sehingga dia terbunuh. Maka itulah orang yang manusia memandang kepadanya pada Hari Kiamat seperti ini: Dan dia (perawi) mengangkat kepalanya sehingga jatuh kopiahnya. (Berkata perawi): Aku tidak pasti sama ada kopiah ‘Umar atau kopiah Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam.
  • Orang mukmin yang baik imannya, apabila bertemu musuh dia merasa takut seolah-olah dipukul kulitnya dengan sebatang kayu yang berduri. Lalu datang kepadanya panah tersesat (tersasar) sehingga dia terbunuh karenanya. Maka dia berada di derajat kedua.
  • Orang mukmin yang mencampuri antara amal salih dan amal buruk lalu dia bertemu musuh dan dia membenarkan Allah sehingga terbunuh. Maka dia berada di derajat ketiga.
  • Orang mukmin yang menzalimi dirinya (banyak melakukan dosa dan melampaui batas), dia bertemu dengan musuh dan membenarkan Allah sehingga dibunuh. Maka dia berada di derajat keempat.” al-Mundizi dalam kitabnya al-Targhib wa al-Tarhib – no: 2054.
  1. Abu Hurairah radiallahu ‘anhu berkata, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam ditanya:

مَا يَعْدِلُ الْجِهَادَ فِي سَبِيلِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ ؟ قَالَ: لاَ تَسْتَطِيعُونَهُ. قَالَ: فَأَعَادُوا عَلَيْهِ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلاَثًا. كُلُّ ذَلِكَ يَقُولُ: لاَ تَسْتَطِيعُونَهُ. وَقَالَ فِي الثَّالِثَةِ: مَثَلُ الْمُجَاهِدِ فِي سَبِيلِ اللهِ كَمَثَلِ الصَّائِمِ الْقَائِمِ الْقَانِتِ بِآيَاتِ اللهِ لاَ يَفْتُرُ مِنْ صِيَامٍ وَلاَ صَلاَةٍ حَتَّى يَرْجِعَ الْمُجَاهِدُ فِي سَبِيلِ اللهِ تَعَالَى.

“Apakah yang dapat menyamai Jihad di jalan Allah ‘Azza wa Jalla?” Baginda menjawab: “Kamu tidak akan mampu melakukannya.” Pertanyaan diulang dua atau tiga kali dan setiap kali pertanyaan baginda menjawab: “Kamu tidak akan mampu melakukannya.” Pada kali ketiga baginda menjawab: “Perumpamaan seseorang Mujahid di jalan Allah adalah seumpama berpuasa, bersolat – berdiri membaca ayat-ayat Allah, dia tidak berhenti daripada puasa dan solat tersebut sehingga kembalinya mujahid di jalan Allah Ta‘ala tersebut.” Sahih Muslim – no: 1878 (Kitab al-Imaran, Bab Keutamaan syahid di jalan Allah Ta‘ala).

  1. Abu Hurairah radiallahu ‘anhu juga melaporkan bahwa salah seorang sahabat Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam berjalan-jalan di satu lembah, ternampak olehnya sebuah mata air yang indah sehingga mengkagumkan dia. Dia berkata: “Andainya saya mengasingkan diri dari manusia (uzlah) dan tinggal di lembah ini, akan tetapi saya tidak akan melakukannya melainkan setelah meminta izin daripada Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam.”

Maka hal ini dikhabarkan kepada Rasulullah lalu baginda menjawab:

لاَ تَفْعَلْ فَإِنَّ مُقَامَ أَحَدِكُمْ فِي سَبِيلِ اللهِ أَفْضَلُ مِنْ صَلاَتِهِ فِي بَيْتِهِ سَبْعِينَ عَامًا. أَلاَ تُحِبُّونَ أَنْ يَغْفِرَ اللهُ لَكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ الْجَنَّةَ ؟ اغْزُو فِي سَبِيلِ اللهِ مَنْ قَاتَلَ فِي سَبِيلِ اللهِ فَوَاقَ نَاقَةٍ وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ.

“Jangan melakukannya karena sesungguhnya kedudukan seseorang kamu di (medan Jihad) di jalan Allah adalah lebih utama daripada bersolat dalam rumah selama 70 tahun. Apakah kamu tidak sukai bahwa Allah mengampunkan bagi kamu dan memasukkan kamu ke dalam Surga ? Berperanglah di jalan Allah, barangsiapa yang berperang di jalan Allah selama tempoh memerah susu unta maka wajib ke atasnya Surga.” (Sahih Sunan Tirmizi – no: 1650 (Kitab Keutamaan Jihad, Bab Berkenaan berangkat di waktu pagi……).

  1. Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda kepada Abu Sa‘id al-Khudri radiallahu ‘anhu:

يَا أَبَا سَعِيدٍ ! مَنْ رَضِيَ بِاللهِ رَبًّا وَبِالإِسْلاَمِ دِينًا وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ. فَعَجِبَ لَهَا أَبُو سَعِيدٍ فَقَالَ: أَعِدْهَا عَلَيَّ يَا رَسُولَ اللهِ. فَفَعَلَ. ثُمَّ قَالَ: وَأُخْرَى يُرْفَعُ بِهَا الْعَبْدُ مِائَةَ دَرَجَةٍ فِي الْجَنَّةِ مَا بَيْنَ كُلِّ دَرَجَتَيْنِ كَمَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ. قَالَ: وَمَا هِيَ يَا رَسُولَ اللهِ ؟ قَالَ: الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ, اللهِ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ.

“Wahai Abu Sa‘id ! Sesiapa yang redha Allah sebagai Tuhannya dan Islam sebagai agamanya dan Muhammad sebagai Nabinya, wajib kepadanya Surga.” Maka bangunlah Abu Sa‘id (kegembiraan) dan berkata: “Ulangilah ia wahai Rasulullah !” Maka Rasulullah mengulangi, kemudian menambah:“Dan Allah akan meninggikan seseorang hamba karenanya seratus derajat di dalam Surga, antara setiap derajat tersebut (jaraknya) sebagaimana antara langit dan bumi.”Bertanya Abu Sa‘id: “Karena apakah ia ?” Baginda menjawab: “Jihad di jalan Allah, Jihad di jalan Allah.”( Sahih Muslim – no: 1884 (Kitab al-Imarah, Bab Apa yang dijanjikan oleh Allah Ta‘ala kepada para mujahid di surga).

  1. Abu Hurairah radiallahu ‘anhu berkata, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ آمَنَ بِاللهِ وَبِرَسُولِهِ وَأَقَامَ الصَّلاَةَ وَصَامَ رَمَضَانَ كَانَ حَقًّا عَلَى اللهِ أَنْ يُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ جَاهَدَ فِي سَبِيلِ اللهِ أَوْ جَلَسَ فِي أَرْضِهِ الَّتِي وُلِدَ فِيهَا. فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ أَفَلاَ نُبَشِّرُ النَّاسَ ؟ قَالَ: إِنَّ فِي الْجَنَّةِ مِائَةَ دَرَجَةٍ أَعَدَّهَا اللهُ لِلْمُجَاهِدِينَ فِي سَبِيلِ اللهِ مَا بَيْنَ الدَّرَجَتَيْنِ كَمَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ.

“Sesiapa yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, mendirikan solat, berpuasa di bulan Ramadhan maka adalah menjadi tanggung-jawab Allah untuk memasukkan dia ke dalam Surga (sama ada) dia berjihad di jalan Allah atau duduk di bumi dia dilahirkan.” Para sahabat berkata: “Wahai Rasulullah ! Apakah boleh kami gembirakan orang ramai dengan khabar ini?” Rasulullah menyambung: “Sesungguhnya dalam Surga ada 100 derajat yang disediakan oleh Allah untuk para mujahid di jalan Allah, jarak antara dua derajat tersebut adalah sepertimana antara langit dan bumi.” (Sahih al-Bukhari – no: 2790 (Kitab al-Jihad dan al-Siyar, Bab Derajat-derajat para mujahid di jalan Allah).

  1. Dari Abu Hurairah ra. ia berkata,

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ مَرَّ رَجُلٌ مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِشِعْبٍ فِيهِ عُيَيْنَةٌ مِنْ مَاءٍ عَذْبَةٌ فَأَعْجَبَتْهُ لِطِيبِهَا فَقَالَ لَوِ اعْتَزَلْتُ النَّاسَ فَأَقَمْتُ فِى هَذَا الشِّعْبِ وَلَنْ أَفْعَلَ حَتَّى أَسْتَأْذِنَ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-. فَذَكَرَ ذَلِكَ لِرَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ « لاَ تَفْعَلْ فَإِنَّ مَقَامَ أَحَدِكُمْ فِى سَبِيلِ اللَّهِ أَفْضَلُ مِنْ صَلاَتِهِ فِى بَيْتِهِ سَبْعِينَ عَامًا أَلاَ تُحِبُّونَ أَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ وَيُدْخِلَكُمُ الْجَنَّةَ اغْزُوا فِى سَبِيلِ اللَّهِ مَنْ قَاتَلَ فِى سَبِيلِ اللَّهِ فُوَاقَ نَاقَةٍ وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ ». قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ.

“Seorang sahabat Rasulullah sedang berjalan di sebuah lembah yang terdapat mata air yang sangat segar. Dengan rasa kagum ia berkata, ‘Saya ingin menjauhi manusia, dan tinggal di lembah ini untuk tekun beribadah. Tetapi saya tidak akan melakukannya sebelum minta izin kepada Rasulullah.’ Ia lalu menyampaikan keinginannya tersebut kepada beliau. Kemudian beliah shallalhu ‘alaihi wa sallam Bersabda, ‘Jangan lakukan itu, karena seseorang yang ikut berjuang di jalan Allah itu lebih utama daripada ia shalat tujuh puluh tahun dirumahnya. Apa kalian tidak senang jika Allah mengampuni dosamu dan memasukkan kamu ke syurga? Berperanglah di jalan Allah. Siapa berperang di jalan Allah selama orang beristirahat sewaktu memerah susu unta, ia berhak masuk syurga.’(HR. Tirmidzi) berkata Abu I’saa, hadits ini hasan.

  1. Dari Abu Hurairah ra. ia bercerita, ada seseorang bertanya,

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ : (قيل : يا رسول الله مَا يَعْدِلُ الْجِهَادَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ؟ قال : لَا تَسْتَطِيعُونَهُ, فَأَعَادُوا عَلَيْهِ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا , كُلُّ ذَلِكَ يَقُولُ : لَا تَسْتَطِيعُونَهُ , ثم قال : مَثَلُ الْمُجَاهِدِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ الصَّائِمِ الْقَائِمِ الْقَانِتِ بِآيَاتِ اللَّهِ لَا يَفْتُرُ مِنْ صِيَامٍ وَلَا صَلَاةٍ حَتَّى يَرْجِعَ الْمُجَاهِدُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ

“Wahai Rasulullah, amal yang pahalanya sebanding dengan berjuang dijalan Allah? Beliau bersabda, “Kamu tidak akan sanggup melakukannya.” Beliau mengulangi sabdanya dua atau tiga kali. Selanjutnya beliau bersabda, “Perumpamaan orang yang berjuang dijalan Allah itu seperti orang yang berpuasa, beribadah, dan terus menerus membaca Al Qur’an sampai orang yang berjuang dijalan Allah itu kembali.” (Mutafaqun alaih)

Dalam riwayat Bukhari disebutkan,

وفي رواية البخاري أن رجلا قال يا رسول الله دُلَّنِي عَلَى عَمَلٍ يَعْدِلُ الْجِهَادَ ؟ قَالَ : لاَ أَجِدُهُ , ثم قَالَ هَلْ تَسْتَطِيعُ إِذَا خَرَجَ الْمُجَاهِدُ أَنْ تَدْخُلَ مَسْجِدَكَ فَتَقُومَ ، وَلاَ تَفْتُرَ وَتَصُومَ ، وَلاَ تُفْطِرَ ؟ فقال : وَمَنْ يَسْتَطِيعُ ذَلِكَ ؟

“Seseorang berkata, ‘Wahai Rasulullah, tolong tunjukkan kepadaku suatu amal yang pahalanya sebanding dengan berjihad.’ Kemudian beliau bersabda, ‘Ketika orang yang berjihad itu keluar untuk berperang, kemudian kamu masuk ke masjid untuk terus menerus shalat tanpa henti-hentinya, dan terus-menerus berpuasa tanpa berbuka?’ Beliau bertanya, ‘Siapa yang mampu melakukan itu ?.’

Penutup

Demikian secara serba ringkas penjelasan tentang Esensi Imam, hijrah dan jihad berdasarkan firman Allah, sabda Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam dan pandangan para Ulama salafus shalih.

Penjelasan tentang keindahan dan kemuliaan Para Mukmin, Muhajir dan Mujahidin berdasarkan beberapa ayat Al Qur’an hadits-hadits Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam semoga mencukupi. Dan supaya difahami juga ayat-ayat dan hadits yang menerangkan keutamaan Jihad di jalan Allah sebagai satu amalan yang paling utama dalam Islam tidak mungkin dapat dinikmat oleh orang yang hanya berpangku tangan.

Namun amalan ini hanyalah dihitung sebagai yang terutama setelah seseorang itu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian berjihad dan berjihad dijalan Allah subhanahu wa ta’ala.

Wallahu a’lam bis shawab, billahittaufiq wal hidayah, wa nashrun minallahi qarib, Insya Allah.

——————————–

[1] Sahih Sunan al-Tirmizi – no: 2616 (Kitab al-Iman, Bab Berkenaan kemuliaan solat).

[2] Majma al-Zawa‘id (Bughyat al-Ra’id fi tahqiq Majma az-Zawa‘id) – no: 2167)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *