(Abujibriel.com) – Dunia selang beberapa dekade ini, telah berhasil menggaungkan sebuah gagasan yang cukup menarik simpati, terutama bagi kaum hawanya yaitu tentang emansipasi wanita dan kesetaraan gender. Meski telah diketahui bahwa emansipasi wanita adalah sebuah program propaganda pihak Barat (kaum kafir) yang cukup dahsyat dalam penggelontoran nilai-nilai akidah dalam syari’at Islam, namun program ini tetap ‘sukses’ di pasaran—termasuk juga ketika disuguhkan kepada masyarakat muslim.
Propaganda asing ini tentu saja ditujukan kepada kaum wanita Muslim yang tujuan akhirnya adalah tak lain untuk menghancurkan sendi-sendi kehidupan dan harga diri wanita dari kalangan Islam itu sendiri. Karenanya mereka (para penebar propaganda) sangat gencar melemparkan pemikiran-pemikiran sesatnya dan menciptakan syubhat-syubhat ke dalam diri kaum wanita Muslim dengan menggunakan berbagai macam sarana yang menunjang tersebarnya keburukan tersebut.
Berikut beberapa pernyataan dan gerakan para penebar propaganda digalakkannya emansipasi wanita;
1. Seorang protokol Zionis Inggris bernama Gladstone menyatakan, “Tidak mungkin menguasai negara-negara Islam selama kaum wanitanya tidak menanggalkan hijab, menjauhkan al-Qur’an dari mereka, mendatangkan khamr, melegalkan pelacuran, serta kemungkaran-kemungkaran lain yang membuat kelemahan dalam Islam itu sendiri.”
2. Jamil Sidqi az-Zuhawis, seorang ahli syair yang menyerukan agar para wanita Irak membuang dan membakar hijab dan menyatakan bahwa hijab adalah merusak dan merupakan penyakit dalam masyarakat.
3. Huda Sya’rawi, seorang wanita Eropa yang setuju terhadap dibentuknya Persatuan Istri-istri Mesir yang bertujuan untuk menuntut persamaan hak thalaq seperti haknya suami, larangan poligami, kebebasan wanita tanpa hijab dan dibolehkannya pergaulan bebas.
4. Qosim Amin adalah seorang generasi Arab yang sangat aktif dalam menyerukan gerakan emansipasi wanita dengan tulisannya yang berjudul Al-Mar’atul Jadidah (Wanita Moderen) dan Tahrirul Mar’ah (Pembebasan Kaum Wanita).
5. UNESCO (sebuah lembaga dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa) yang menyatakan bahwa wanita-wanita di negeri Timur senantiasa dikekang kehendaknya, dibeda-bedakan antara laki-laki dan wanitanya, yang hal itu dikembalikan kepada Islam dan perannya dalam menghalangi jalan kebangkitan para wanita serta kesamaan hak diantara kaum wanita dan kaum laki-laki. (Lihat dalam Nisa Haular Rasul war Radd ‘Ala Muftariyatil Mustasyrikin hal.369, penulis Muhammad Mahdi al-Istanbuly).
6. Demikian pula DR. Muhammad Anas Qosim Ja’far yang menulis dalam bukunya Al-Huququs Siyasiyyah lil Mar’ah fil Islam wal Fikri wat Tasyri yang banyak menyebutkan data-data keberhasilan kekuasaan yang dipimpin oleh kaum wanita seperti Hatshepsut (penguasa Mesir tahun 1555-1350M), Al-Basya (ratu Persia), Indira Gandhi (PM India), Margareth Tatcher (PM Inggris), Corazon Aquino (presiden Filipina, dan banyak lagi.
Emansipasi diartikan sebagai tuntutan persamaan hak antara kaum wanita dan kaum lelaki dalam beberapa sendi kehidupan yang sejatinya dalam syari’at Islam telah ditetapkan bahwa keadaan tersebut adalah hanya menjadi hak kaum lelaki saja. Dalam Islam, tidak ada jalan menuntut berlakunya kesetaraan gender bagi manusia normal yang berpikiran cerdas lagi bersih hati. Kesetaraan gender hanya bisa berlaku pada manusia-manusia yang yang telah hilang sifat kemanusiaannya.
Sesungguhnya hanya dalam Islamlah citra seorang wanita akan terangkat. Ia akan dimuliakan dan dihormati sesuai dengan kadar yang telah Allah Ta’ala tetapkan baginya. Allah Ta’ala dalam satu firman-Nya menjelaskan,
Artinya, “…dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf…” (QS. al-Baqarah, 2:228)
Dan keadaan yang tercipta di masa ini seperti lapangan pekerjaan yang sekarang terbuka lebar bagi kaum wanita, jika kita mau menyadari maka itu hanyalah sebuah perangkap bagi wanita itu sendiri. Perhatikanlah geliat pembangunan saat ini! Pabrik-pabrik, kantor-kantor, pusat-pusat perbelanjaan, hingga perusahaan periklanan, semuanya mengeruk jasa dan keaktifan seorang wanita dengan tanpa batas waktu, tempat, dan yang paling jelas tanpa peduli syari’at. Mereka tentu saja mengiming-imingi para wanita dengan apa yang disukai oleh hawa nafsu bagi kaum wanita itu sendiri, diantaranya materi, fasilitas mewah, jenjang karir yang menjanjikan, hingga kekuasaan yang bisa dicapainya yaitu dengan menguasai laki-laki pada bidang yang dikuasainya tersebut.
Maka bisa disaksikan, saat ini gelombang keluarnya wanita dari rumah-rumah yang merupakan tempat berhijab mereka semakin tak terbendung. Semua bidang sudah mereka kuasai sehingga ketika ditanya, maka mereka segera menjawab bahwa keikutsertaan mereka tersebut adalah tuntutan jaman yang bila tidak diikuti maka hal itu akan mengakibatkan semakin terpuruknya dan merosotnya eksistensi kaum wanita dibanding kaum laki-laki. Akhirnya merekapun melepaskan fitrahnya untuk mendapatkan pengakuan dan persamaan hak.
Keluarnya kaum wanita untuk bekerja tentu saja memberikan dampak yang tidak kecil bagi masyarakat Muslim itu sendiri. Diantaranya bercampur-baurnya wanita dengan laki-laki yang bukan mahramnya, bertabarujnya wanita bak wanita-wanita jahiliyah, dan terlepasnya fitrah tanggung-jawab seorang wanita dari rumah-tangganya yaitu sebagai seorang istri dan seorang ibu bagi anak-anaknya, sementara Allah Ta’ala berfirman,
Artinya, “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah-laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu…” (QS. an-Nisa’ 4:34)
Diperintahkan kaum wanita untuk tetap berdiam di rumahnya kecuali ada kepentingan mendesak yang dibolehkan syari’at lalu tetap berhijab, adalah karena Allah berkehendak untuk menjaga kesucian seorang wanita dari pengaruh buruk yang selalu mengintainya sehingga rasa aman akan diperoleh. Bukan seperti pemikiran kaum kafir yang menganggap dicegahnya kaum wanita keluar rumah untuk bekerja adalah untuk mengekang kebebasannya berekspresi dalam mencurahkan kemampuannya dan atau melemahkan jejak eksistensinya dalam kancah kekuasaan.
Selain pemikiran sesatnya tersebut, para pengusung propaganda emansipasi wanitapun telah tanpa segan-segan mengambil nash-nash hadits untuk kepentingan hawa nafsunya tersebut, seperti misalnya tentang dibolehkannya wanita ikut berperang pada masa Rasulullah sehingga merekapun melegalkan apa yang mereka gembar-gemborkan dengan ikut memfasilitasi para wanita untuk bersama-sama aktif bekerja dengan laki-laki di setiap lini jenis pekerjaan. Mereka pun sangat berapresiasi dalam memberikan sejenis penghargaan bagi para wanita yang dianggap telah berhasil memperjuangkan haknya untuk sejajar dengan kaum laki-laki. Padahal Rasulullah telah bersabda,
لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَّوْا أَمْرَهُمْ أَمْرَأَةً.
Artinya, “Tidak akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan mereka kepada seorang wanita.” (HR. Bukhari)
Juga sabdanya,
فَاتَّقُوا الدُّنْيَا وَ اتَّقُوا النِّسَاءَ, فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِ بَنِيْ إِسْرَائِيْلَ كَانَتْ فِيْ النِّسَاءِ.
Artinya, “Takutlah kalian kepada kemewahan dunia dan takutlah kalian kepada wanita. Karena bencana yang pertama kali menimpa bani Israil adalah disebabkan oleh wanita.” (HR. Muslim)
Dan sabdanya,
مَا تَرَكْتُ بَعْدِيْ فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ.
Artinya, “Setelah ketiadaanku, tiadalah aku tinggalkan fitnah yang paling berbahaya bagi laki-laki melebihi fitnahnya wanita.” (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, Tirmidzi)
Hadits tersebut diatas telah digunakan para propagandis laknatullah untuk dijadikan acuan yang untuk kemudian dijadikan sebagai salah satu senjata yang paling ampuh dalam upayanya menghancurkan umat Islam beserta generasi mudanya. Mereka beramai-ramai mengusung ide bahwa dalam memudarkan ghirah generasi muda Islam untuk mempelajari agamanya serta untuk menurunkan semangat jihad dalam diri para pemudanya adalah dengan mengeluarkan kaum wanita dari rumah-rumahnya, lalu mereka pun menyediakan beragam fasilitas yang digemari dan menarik minat serta hawa nafsu para pemuda-pemudi Islam tersebut, sehingga dengan tersedianya kemudahan dalam mengakses apa-apa yang dibutuhkan itu (dalam satu tempat yang sama), maka terjadilah kebersamaan atau bercampur-baurnya mereka tanpa hijab, tanpa didampingi mahram, dan tanpa rasa canggung akan mendapat kecaman dari masyarakat yang melihatnya.
Kebersamaan atau bercampur-baurnya kaum wanita dan kaum laki-laki yang tidak sesuai dengan syari’at (ikhtilath) itu menjadi salah satu bentuk yang dibela habis-habisan oleh kaum feminis liberalis ketika ada yang menentangnya. Mereka mengatakan bahwa itu adalah tuntutan dari emansipasi wanita untuk bisa meraih kesempatan yang sama dalam kiprahnya untuk ikut serta dalam memajukan dunia. Mereka beranggapan bahwa sangat tidak adil, disaat kaum laki-laki telah mampu meraih berbagai apresiasi atas apa yang telah diperbuatnya bagi dunia, mengapakah kaum wanitanya hanya cukup dipuaskan dengan predikat sebagai seorang istri atau hanya berstatuskan ibu rumah-tangga semata?
Lalu mereka pun yang terpengaruh propaganda ini menuntut perlakuan yang sama dan berduyun-duyun meninggalkan rumah-rumah mereka untuk membuktikan bahwa mereka sanggup mensejajarkan diri dengan kaum laki-laki atau bahkan menandinginya. Maka satu demi satu yang senantiasa dipelihara oleh syari’atpun terlepas, mulai dari ikhtilath dimana-mana hingga ditanggalkannya hijab oleh para kaum muslimah.
Kembali kepada gembar-gembor emansipasi yang dielu-elukan saat ini, Allah Ta’ala telah menciptakan wanita dan lelaki dengan kodratnya masing-masing. Tidak untuk saling berlomba-lomba atau saling mengungguli, akan tetapi untuk saling melengkapi kekurangan dari keduanya. Oleh karena itu, baik pihak laki-laki maupun pihak wanita telah diberikan tempatnya masing-masing untuk mengerjakan apa-apa yang sudah menjadi tugas dan tanggung-jawabnya. Kepemimpinan memang sudah sepatutnya ada, karena dengan adanya pemimpin maka akan lebih terarah. Dan Allah sendirilah yang telah menyandarkan kepemimpinan itu berada di tangan kaum laki-laki. Lalu bagaimana dengan kaum wanita? Allah pun telah memberinya kekuasaan namun bukan untuk memimpin kaum laki-laki atau rumah-tangganya melainkan memimpin anak-anaknya dalam pendidikan, pembentukan akhlaknya, dan tugas penting lainnya yang sama sekali tak kurang nilai kemuliaannya.
Sebagaimana telah Allah Ta’ala tegaskan dalam ayat-Nya,
Artinya, “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka…” (QS. an-Nisa’, 4:34)
Yaa ukhti, sadarilah bahwa para provokator dan propagandis barat telah mati-matian menarikmu ke jurang kehinaan dan kehancuran melalui ide-ide nyeleneh mereka yang tak sedikitpun tersentuh syari’at Islam. Oleh karenanya, kesadaran kitalah untuk menampiknya dalam kehidupan kita. Al-Qur’an dan as-sunnah sudahlah cukup menjadi standar atau pegangan kita yang pasti sehingga kita tak mudah terpropaganda, terpedaya, ataupun tertipu dengan berbagai simbol yang tampak sedap dipandang mata.
Allah Ta’ala telah mengingatkan,
Artinya, “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah, “Sesungguhnya petunjuk Allah, itulah petunjuk (yang benar).” Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” (QS. al-Baqarah, 2:120)
Demikian, semoga bermanfaat.