Bermakmum di Belakang Imam Yang Fasik atau Dzalim?

Pertanyaan:

Ustadz, Saya ingin menyanyakan tentang bermakmum kepada imam yang fasik atau dzalim, yang jelas menolak syari’at Islam. Apakah boleh kita bermakmum kepada mereka?

Jawaban:

Jazakumullahu khairan atas pertanyaan yang anda ajukan. Sebenarnya pertanyaan yang seperti ini bukanlah kali pertama, dan mungkin juga bukan kali terakhir. Untuk klarifikasi dan penjelasan marilah kita ambil pelajaran dari hadits-hadits berikut.

Dari Jabir, dari Navi Saw beliau bersabda: “Janganlah sekali-kali seorang perempuan mengimam laki-laki; dan jangan seorang baduwy (mengimami) muhajir; dan janganlah sekali-kali seorang pendurhaka mengimami orang mukmin, kecuali karena paksaan dari penguasa yang ditakuti cambukan atau pedangnya.” (HR. Ibnu Majah)

Dan dari Ibnu Abbas ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Pilihlah imam-imam kamu dari orang-orang dari orang-orang baik kamu, karana sesungguhnya mereka itu duta kamu, tentang apa-apa yang antara kamu dengan Rabbkamu.”(HR. Daraquthnie)

Dan dari Makh-hul, dari Abu Hurairah, ia barkata: Rasulullah Saw bersabda: “Berjihad itu wajib atas kamu bersama setiap pemimpin, apakah dia pemimpn yang baik atau yang durhaka; dan shalat itu wajib atas kamu di belakang setiap muslim, apakah dia itu orang yang baik atau yang durhaka, sekali pun dia melakukan dosa-dosa besar.” (HR. Abu Daud)

Dan dari Abdul Kariem Al Bakkaie, ia berkata: “Aku menjumpai sepuluh orang sahabat Nabi yang semua itu sholat di belakang imam-imam yang durhaka.” (HR. Bukhari, di dalam Tarikhnya)

Penjelasan:

1. Syarih (penyarah kitab Nailul Authar) berkata: Telah terjadi ijma’ fi’lie dari kalangan sahabat yang masih hidup, bersama tabi’in, yang mendekati sebagai ijma’ qaulie: bahwa mereka shalat di belakang imam durhaka. Karena para penguasa pada masa itu, adalah juga sebagai imam shalat yang lima waktu. Jadi orang-orang pada waktu itu, imamnya tidak lain adalah para penguasa, di setiap daerah yang ada penguasanya. Negara disaat itu di bawah dinasti Bani Umayyah, dan keadaan mereka dan para penguasanya sudah bukan rahasia.

Selanjutnya Syarih berkata: Walhasil, pada dasarnya tidak ada persyaratan (bagi imam itu) harus adil. Dan setiap orang yang sudah sah shalatnya untuk dirinya, sah pula untuk orang lain.

Ketahuilah, bahwa letak perselishannya, hanya dalam sahnya berjama’ah, di belakang seorang imam yang tidak adil. Adapun tentang kemakruhannya tidak menjadi perselisihan lagi.

Perkataan: “Janganlah sekali-kali seorang perempuan mengimam laki-laki; dan jangan seorang baduwy (mengimami) muhajir;” itu, Syarih berkata: Maksudnya, bahwa orang baduwy yang tidak berhjrah, tidak boleh mengmami orang yang pernah berhijrah. Bahwa orang yang berhijrah lebih dahulu itu, lebih diutamakan (menjadi imam) daripada yang berhjrah belakangan, lagi-lagi yang tidak berhijrah.

2. Berkata Al Ustaz Sayyid Sabiq dalam Fiqieh Sunnahnya:

Imam Bukharie meriwayatkan bahwa Ibnu Umar pernah shalat dibelakang Al Hajjaj (seorang penguasa yang sangat jahat dan banyak membunuh sahabat-sahabat Nabi saw). Imam Muslim meriwayatkan bahwa Abu Sa’id Al Khudrie pernah melaksanakan shalat dibelakang khalifah Marwan pada waktu shalat Hari Raya. Ibnu Mas’ud RA, juga pernah shalat dibelakang Walid bin Uthbah bin Abu Mu’ith padahal dia adalah peminum arak.

Pada perinsipnya, sebagai kesimpulan para ulama ialah: Barangsiapa yang shalatnya sah untuk dirinya sendiri, maka sah pula untuk orang lain. Walaupun demikian para ulama memandang makruh bagi seseorang yang mengerjakan shalat dibelakang orang fasik atau ahli bid’ah berdasarkan sebuah dari Su’aib bin Khallad katanya: ”Ada seseorang yang mengimami segolongan kaum dan dia meludah kearah kiblat, padahal pada saat itu Rasulullah melihatnya. Beliaupun bersabda: ”Orang itu tidak boleh menjadi imam mu.” Pada suatu ketika orang itu hendak menjadi imam lagi, tetapi orang-orang melarangnya dan menyampaikan kepadanya apa yang disampaikan oleh Nabi saw .Orang itupun segera menghadap Rasulullah saw untuk meminta penjelasan. Beliau bersabda: “Ya, karena engkau berbuat tidak senonoh kepada Allah dan Rasul Nya.” (HR. Abu Daud dan Mundziri)

 

Wallahu’alam Bish Showab…

Rujukan :

  • Kitab Bustanul Akhbar (Mukhtashar Nailul Authar Imam As Syaukani) oleh : Shyeikh Faishal bin Abdul ‘Azis
  • Kitab Fiqhus Sunnah oleh : Syeikh Sayyid Sabiq.
Share the Post: